Tobelo merupakan sebuah kota kecamatan di Maluku Utara. Tragedi
pembantaian Tobelo merupakan rangkaian kasus Ambon Berdarah yang terjadi
sejak 19 Januari 1999. Kasus Tobelo sendiri berlangung mulai 24
Desember 1999 hingga 7 Januari 2000. Menurut catatan Tim Investigasi Pos
Keadilan Peduli Ummat, 688 orang tewas dan 1.500 dinyatakan hilang.
Tragedi pembantaian di Tobelo ini,
bermula ketika Sinode GMIH (Gereja Masehi Injil di Halmahera)
mengkoordinir pengungsian umat Kristen ke Tobelo, yang jumlahnya
mencapai 30.000 orang, yang dilakukan secara bertahap, sejak pertengahan
November hingga awal Desember 1999. Puncaknya, pada Jumat 24 Desember
1999 malam (menjelang Hari Natal 25 Desember 1999) dengan beberapa buah
truk, telah diangkut ratusan warga Kristen dari Desa Leleoto, Desa Paso
dan Desa Tobe ke Tobelo. Dengan alasan untuk pengamanan gereja. Warga
Kristen yang diangkut tersebut menggunakan atribut lengkap (seolah-olah
mau perang), seperti kain ikat kepala berwarna merah, tombak, parang dan
panah.
Mengetahui gelagat yang kurang baik dari
warga Kristen tersebut, umat Islam Tobelo mulai merasakan ada sesuatu
yang tidak beres. Saat itu umat Islam sedang dalam suasana menjalankan
ibadah shaum ramadhan. Akhirnya pada 26 Desember 1999, pecahlah
pembantaian yang dikesankan adanya kerusuhan, konflk horizontal.
Padahal, sebelumnya tidak ada konflik apa-apa. Tragedi ini konon dipicu
oleh adanya persoalan sepele berupa pelemparan batu terhadap rumah milik
Chris Maltimu seorang purnawirawan polisi. Rupanya pelemparan terhadap
rumah Chris Maltimu itu dijadikan trigger untuk aksi pembantaian yang
sudah dirancang sebelumnya.
Menurut Ode Kirani, warga
muslim dari desa Togoliwa, kecamatan Tobelo, Halmahera, pada 27 Desember
1999, saat warga desa sedang menjalankan ibadah puasa, tanpa diduga
sebelumnya ribuan masa kristen yang berasal dari desa tetangga (antara
lain, Telaga Paca, Tobe, Tomaholu, Yaro, dan lain-lain) menyerang desa
Togoliwa di saat subuh. Akibat serangan mendadak tersebut ribuan warga
muslim di desa tersebut menemui ajal. Kebanyakan dari mereka terbunuh
saat berlindung di masjid. (Ambon, Laskarjihad.or.id 16 03 2001).
Rabu, 29 Desember 1999, di Mesjid Al
Ikhlas (Kompleks Pam) tempat diungsikanya para ibu dan anak-anak,
terjadi pembantaian terhadap sekitar 400 (empat ratus) jiwa. Menurut
penuturan saksi mata, ada korban yang sempat jatuh dicincang dan
dijejerkan kepala mereka di ruas jalan. Ada juga beberapa wanita yang
dibawa ke Desa Tobe (sekitar 9 KM ) dari Desa Togoliwa, kemudian
dikembalikan dalam keadaan telanjang. Modus operasi yang dilakukan oleh
kelompok merah mula-mula melakukan pemboman kemudian dilanjutkan dengan
pembakaran, sehingga tidak ada satu pun yang lolos dari sasaran mereka.
Menurut sebuah sumber, total korban di
Tobelo dan Galela mencapai 3000 jiwa, 2800 di antaranya Muslim. Namun
demikian, angka yang diakui Max Marcus Tamaela yang kala itu menjabat
sebagai Pangdam Pattimura adalah 771 jiwa. Meski angka itu masih jauh
dari kenyataan, namun masih jauh lebih banyak dibanding dengan angka
yang diakui Gus Dur yaitu ‘hanya’ lima orang saja.
Ketika pembantaian Tobelo terjadi, Gus
Dur menjabat sebagai Presiden RI. Bila menurut penglihatannya korban
Tobelo-Galela hanya lima orang saja, kita harus maklum. Karena, pertama,
Gus Dur itu pembela kaum minoritas. Kedua, penglihatannya memang
terganggu. Kala itu, Menkopolkam dijabat oleh Wiranto, dan Panglima TNI
dijabat oleh Widodo AS. Sayangnya, posisi mereka saat itu tidak bisa
memperbaiki kualitas penglihatan Gus Dur terhadap kasus pembantaian umat
Islam di sana. Padahal mereka juga beragama Islam.
Hajjah Aisyah Aminy, SH, yang kala itu
menjabat sebagai anggota Komnas HAM, menyesalkan sikap aktivis LSM yang
selama ini dikenal sebagai pejuang keadilan masyarakat, namun membisu
ketika umat Islam yang jadi korban. Aisyah juga menyesalkan sikap media
massa yang kurang antusias memberitakan peristiwa di Maluku itu. Tapi
kalau yang mati adalah teman mereka sendiri, meski hanya satu orang
seperti Munir, mereka heboh bukan main dengan membawa-bawa alasan
pelanggaran HAM sampai ke hadapan Bush segala.
Bila kita mendasarkan pada angka yang
diakui Tamaela, yaitu 771 jiwa, jumlah itu pun masih jauh lebih banyak
dari korban Bom Bali Pertama dan Kedua. Apalagi bila ditambah dengan
korban pembantaian yang dilakukan Tibo cs terhadap warga pesantren
Walisongo, jumlah koran Bom Bali secara keseluruhan masih jauh lebih
kecil. Namun perhatian dunia, kalangan LSM, kalangan pers, dan
pemerintah Indonesia sendiri, kurang hirau bahkan cenderung mengabaikan
korban Tobelo-Galela dan Poso (termasuk warga Pesantren Walisongo)
Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku
Kebiadaban massa Kristen terhadap umat Islam di Maluku memang sungguh keterlaluan. “Ini
merupakan peristiwa keji yang lebih sadis dari apa yang dilakukan PKI,”
tegas Camat Galela, Drs. Ichwan Marzuki (Republika, 5/1). Dibawah ini hanyalah segelintir dari saksi hidup yang berani memberi kesaksian seputar kekejaman umat Kristen di Maluku.
Mufli M. Yusuf (15 th) SMP Al-Khairat Kelas III, Desa Popelo,Tobelo:
Rabu, (21/12/99) pk.09.00 WIT.
Orang-orang Kristen dari Kampung Kusur Telaga Panca, dan Kao menyerang
Desa Togolihua yang Muslim. Kami, ribuan umat Islam, berlindung ke
Masjid al-Ikhlas. Masjid dikepung lalu di bom (bom pipa rakitan,
menunjukkan bahwa pihak Kristen sudah mengadakan persiapan sebelumnya). Orang-orang kafir itu juga memanah ke dalam Masjid dengan panah yang telah dilumur darah babi.
Sebagian dari mereka melempari Masjid dengan batu-batu besar hingga
banyak tembok Masjid yang bolong. Kami yang ada di Masjid –kebanyakan
anak kecil dan ibu-ibu– akhirnya menyerah setelah satu jam di gempur
perusuh Kristen.
Orang-orang kafir itu lalu menyerbu ke
dalam Masjid, lebih dari 500 orang Islam lari keluar Masjid. Ada yang
masuk hutan, ada pula yang menyerah. Tubuh saya berlumur darah, mungkin
sebab itu mereka mengira saya sudah mati. Di sekeliling saya ada banyak
sekali, sekitar 600 orang, syahid dengan kondisi amat menyedihkan. Dalam
penyerangan itu, saya lihat banyak muslimah yang ditelanjangi orang
Kristen. Walau para muslimah itu berteriak-teriak minta ampun,
tapi dengan biadab mereka diperkosa beramai-ramai di halaman Masjid dan
di jalan-jalan. Setelah itu mereka di bawa ke atas truk, juga
anak-anak kecilnya, katanya mau dipelihara oleh orang Kristen. Para
muslimah yang tidak mau ikut langsung dicincang hidup-hidup. Orang kafir
itu saling berebutan mencincang bagai orang berebutan mencincang ular.
Seorang muslimah digantung hidup-hidup lalu dibakar. Pukul
13.00 WIT, perusuh Kristen itu membakar habis Masjid dengan lebih 600
tubuh syuhada didalamnya. Saya yang penuh luka bakar dengan susah payah
keluar dari Masjid lewat tembok yang bolong. Saya mencari orang Islam
yang masih hidup, tapi tidak ada. Semua rumah penduduk Muslim juga sudah
terbakar. Saya akhirnya bertemu dengan seorang Polisi Muslim dan dibawa
ke Polsek. Saya dirawat selama tujuh hari bersama korban yang lain. Dan
kini saya berada di suatu tempat di Ternate.
Ibu Musriah (40 th) Pengungsi asal Makian Talaga:
Saya juga berlindung di Masjid yang sama. Lebih dari 50 laki-laki Muslim dicincang termasuk suami saya.
Bagian belakang kepala saya juga mereka tebas dengan golok, tapi
alhamdulillah saya masih hidup. Telapak tangan saya ini ditembus panah.
Saya dan tiga orang anak lainnya diselamatkan aparat Muslim.
Ibu Nurain (20 th):
Suami saya, Asnan Awal, telah syahid
dibunuh orang kafir. Saya sendiri dalam peristiwa yang sama kena panah
di panggul kiri. Di dalam Masjid, ibu-ibu dan anak-anak kecil banyak
yang ketakutan. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, banyak
anak-anak usia balita diambil oleh orang Kristen dengan paksa. Saya
memohon dengan lemah agar saya dan anak saya yang masih kecil (3 th)
jangan dibunuh. Akhirnya bersama enam Muslimah lainnya, saya diikatkan
kain merah di kepala dan di masukkan ke atas truk. Kami melewati Desa
Kupa-Kupa, di Desa Usosiat, anak saya diambil dan diserahkan ke rumah
pendeta. Saya waktu di Masjid juga melihat ada seorang Muslimah yang
masih gadis dibakar hidup-hidup gara-gara tidak mau melayani syahwat
orang kafir itu.
Ibu Yani Latif (17 th):
Suami saya telah syahid. Anak saya, yang
masih bayi, Nita (13 bulan) diambil orang Kristen. Dengan truk saya
juga dibawa ke Desa Kupa-Kupa, tapi saya melarikan diri dan kembali ke
Togolihua. Masjid al-Ikhlas telah jadi puing dengan tumpukan mayat yang
telah hangus terbakar.
Syahnaim (25 th):
Dua anak saya yang berusia enam dan
tujuh tahun diambil orang Kristen. Sedang adiknya, Awi (2 th) dicincang
mereka hingga syahid. Saya melihat sendiri, bagaimana sadisnya Bahrul
(32 th) dibunuh orang kafir. Mayatnya disalib, dan naudzubillah, kemaluannya dipotong. Lalu potongannya itu disumpalkan ke mulut mayatnya. Seorang
anak balita, Saddam (5 th) digantung lalu dibelah dari atas ke bawah
seperti ikan. Nenek Habibab (80 th) digantung di pohon jeruk yang diikat
dengan rambutnya di pohon lalu dicincang.
Hamida Sambiki (18 th),
muslimah ini diambil paksa oleh orang Kristen dari Masjid An-Nashr Desa
Popelo. Ayahnya yang berusaha menahan dibantai. Para perusuh Kristen
merencanakan mau mengawinkan Hamida dengan anak pendeta di Tobelo. Namun
oleh seseorang yang mengaku keluarga Nasrani, Hamida berhasil
diselamatkan ke Polsek Tobelo. Hamida saat di Masjid An-Nashr melihat
pembantaian umat Islam oleh perusuh Kristen.
Munir (25 th) dibakar
hidup-hidup dan mulutnya disumpal kotoran manusia, Haji Man (70 th)
dipenggal lalu kepalanya yang sudah terpisah dengan tubuhnya itu ditusuk
dengan panah dan dibuat mainan diputar-putar di dalam Masjid. Hamida
juga melihat bagaimana seorang Muslim, Malang (50 th), dibunuh secara
sadis. Kemudian jantungnya diambil. Orang kafir yang mengambil
jantungnya berkata, “Ini buat hadiah lebaran”
Ridwan Kiley (29 th)
dan Ibu Rahmah Rukiah, Keduanya penduduk Desa Lamo, Kecamatan Galela.
Menuturkan kesaksiannya, setelah selamat dari ‘neraka’ pembantaian orang
Kristen di Galela (26/12), di Islamic Centre, Ambon, seperti dikutip
dalam Republika (5/1). Pada Ahad sore (26/12/99), Kecamatan Galela yang
didiami mayoritas Muslim diserang massa Kristen dari tiga Kecamatan
mayoritas Kristen: Loloda, Ibu, dan Tobelo. Penyerangan di Galcia, juga
menimpa Desa Lamo. Pukul 14.00 siang lebih dari 7.000 massa Kristen
menyerang. Sekitar 200 warga Muslim Desa Lamo bertahan. Perlawanan itu
dipimpin Imam Masjid Nurul Huda, Ds. Lamo, H. Djailani. Saat itu, massa
Kristen memotong puluhan ekor babi disepanjang kampung dan darahnya
dilumuri ke senjata-senjatanya. “Wanita-wanita mereka juga bertelanjang
dan menari-nari di sepanjang kampung,” kata Ridwan dan Ibu Rukiah. Tak
berapa lama, serangan serentak dilakukan dan Desa Lamo dikepung. Dalam
pertempuran, Imam Djailani menemui syahid. Dengan sadis mayat Imam
Djailani di salib dan ditempatkan di perbatasan Desa Lamo dan Kampung
Duma. Setelah beberapa jam tergantung di tiang salib, baru pada malam
harinya mayat Imam Djailani diturunkan dan dikuburkan oleh warga Muslim
yang berhasil menyelamatkan diri.
Disalin dari sini, tanggal akses:16 September 2010, Pukul 13:16 Wita
12 komentar:
Kejadian kerusuhan bernuansa SARA hendaknya jangan sampai terulang lagi
Sungguh biadab
Sungguh biadab
Th 1997-2002 saya bekerja di papua. Saya tau persis tabiat orang2 nasrani ini. Saya yakin mereka akan mengulangi dan merencanakan lagi terutama ambon,poso dan manado. Maka kaum muslimin harus waspada
Biadab kafir beraninya sama wanita dan anak-anak...
Itulah buah Toleransi Islam. Kwajiban Muslim "melindungi kaum minoritas",lupa sejarah bahwa sebagian besar dari mereka (non Muslim) tidak amanah/ingkar sejak jaman Rasulullah, Jaman penjajahan .jaman revolusi kemana mereka. Setelah jaman Gus Dur ,mulai menampakkan keasliannya.Mereka tidak akan pernah puas sampai kalian Muslim tunduk dan mengikuti keinginan mereka(sudah dijelaskan dalam ayat suci AlQuran).
Biadab
Kalo ksi berita yg brnar ajg
Ini tidak lebih dari hanya provokasi belaka, 70% informasi dalam "berita" ini hanyalah rekayasa yang tidak berdasar apapun sama sekali, tidak pernah ada kerusuhan skala besar terjadi di tobelo, hanya perselisihan kecil
Bego dipelihara, sdh gak jaman provokasi pake berita palsu
Ceritanya dilebih2kan ini. Saya muslim tapi cerita ini bertujuan untuk menyulut marah orang muslim. Ini provokator
Biadab emang
Posting Komentar