Caroline Bate adalah tipikal perempuan
Inggris yang terpelajar. Ia pernah mempelajari bahasa Rusia dan Jerman
sebelum akhirnya memilih jurusan manajemen dan mendapatkan gelar
kesarjanaan di bidang itu dari Universitas Cambridge.Lalu apa yang
membuat Caroline istimewa? Yang membuatnya istimewa adalah minatnya
terhadap agama Islam. Caroline mempelajari Islam dan merasa dirinya
sebagai Muslim meski secara resmi ia belum mengucapkan dua kalimat syahadat.
Caroline mewakili kalangan muda, kulit
putih dan terpelajar di Inggris yang cenderung memiliki minat untuk
mempelajari agama Islam. Sejumlah masjid di London mengakui adanya
kecenderungan yang makin meningkat itu, bahkan bukan hanya berminat
mempelajari Islam tapi juga menyatakan diri masuk Islam, terutama sejak
peristiwa serangan 11 September 2001 di AS. Seperti Caroline, warga
Inggris yang masuk Islam kebanyakan berasal dari kalangan kelas
menengah yang sudah mapan, punya karir yang bagus dan memiliki latar
belakang kehidupan pribadi dan sosial yang bahagia.
Dalam artikel “Wajah Baru Islam” yang dimuat di situs
Islam For Today, penulisnya, Nick Compton menyebutkan bahwa trend
semacam itu bukan hal yang baru di Inggris. Ia menyebutkan sejumlah
warga asli Inggris ber “darah biru” yang memutuskan untuk menjadi
seorang muslim, misalnya Jonathan Birt, putera dari Lord Birt yang
masuk Islam pada tahun 1997 dan Joe Ahmed Dobson, putera mantan Menteri
Kesehatan Inggris.
Seperti di negara Barat lainnya, isu Islam radikal juga mengemuka di Inggris pasca peristiwa 11 September. Di Inggris, tokoh muslim Abu Hamza Al-Masri ditudingsebagai tokoh radikal yang telah mencekoki anak-anak muda Muslim
dengan pemikiran ekstrim. Tapi di sisi lain, justeru makin banyak
kalangan kulit putih dari kelas menengah di Inggris yang masuk Islam.
Kebanyakan dari mereka mengetahui Islam dari teman-temannya, dari buku
bacaan dan dari para juru dakwah di Inggris yang meyakinkan mereka
bahwa Islam bukanlah agama misionaris seperti agama Kristen.
Caroline memiliki pengalaman unik
bagaimana pertama kali mengenal Islam dan meyakininya sebagai agama
yang sempurna dan paling masuk akal. Semuanya berawal ketika teman
sekolahnya menikah dengan seorang muslim asal Tunisia. “Tadinya saya cuma ingin mempelajari sisi budayanya dan bukan agamanya. Tapi dari literatur yang saya baca mendorong saya untuk juga membaca tentang ajaran Islam, yang menurut saya sangat masuk akal dan sempurna,” kata Caroline.
Lain lagi pengalaman Roger (bukan nama
sebenarnya) yang berprofesi sebaga dokter. Ia mengatakan, sekitar satu
setengah tahun yang lalu ia sering membicarakan tentang Islam dengan
rekan-rekan kerjanya yang Muslim. “Semua yang saya dengar tentang Islam
dari media massa adalah Hizbullah, kelompok gerilya dan sejenisnya.
Lalu saya mulai mengajukan beberapa pertanyaan tentang Islam pada kolega saya yang Muslim dan saya sangat prihatin dengan ketidaktahuan saya selama ini,” aku Roger yang kemudian memutuskan masuk Islam.
Bagi para mualaf itu, memeluk Islam ibarat melakukan ‘operasi penyamaran’. Mereka harus membaca,
bicara, mendengarkan dan belajar tentang Islam secara diam-diam. Yang
paling berat adalah ketika mereka harus mengakui keislaman mereka pada
teman-teman dan keluarga. Banyak diantara mualaf baru itu yang
menghadapi rasa takut, skeptis bahkan respon berupa sikap kebencian.
Eleanor Martin, seorang artis di era
tahun 1990-an yang kemudian dipanggil Aisya adalah salah seorang mualaf
di Inggris yang mengalami masa-masa berat itu. Ia mengenal Islam dari
Mo Sesay, seorang muslim, dalam satu acara yang sama-sama dibintangi oleh Eleanor.
“Yang ada di pikiran saya tentang Islam adalah orang Islam suka membunuh dan lelaki muslim suka memukul perempuan. Tapi pikiran
itu berubah setelah saya melihat perilaku Mo Sesay. Kami berdiskusi
dan Sesay membuka mata saya tentang Islam yang sebenarnya,” ungkap
Eleanor yang masuk Islam pada tahun 1996.
Awalnya, Eleanor menyembunyikan
keislamannya karena takut menghadapi reaksi keras dari teman-teman dan
keluarganya. “Saya sangat khawatir dengan reaksi ayah. Ia seorang
Kristiani yang taat dan memilih berhenti dari pekerjaannya untuk
menjadi pendeta,” ujar Eleanor.
Ia lalu bertemu dengan seorang aktor Amerika keturunan muslim
Afrika bernama Luqman Ali. Keduanya menikah dan Eleanor punya alasan
untuk memberitahukan keislamannya pada keduaorangtuanya. “Saya pulang
ke rumah dan berkata, ‘saya ingin mengabarkan bahwa saya sudah menikah
dan saya sekarang seorang muslim’. Ibu saya menyambut gembira tapi ayah
saya langsung berkomentar ‘saya pikir saya ingin minum-minum
sekarang’,” tutur Eleanor menceritakan pengalamannya masuk Islam.
Namun sebagian mualaf mengakui bahwa
tinggal di negara yang multi etnis lebih mudah bagii seorang mualaf.
Stefania Marchetti kelahiran Milan, Italia yang hijrah ke London untuk
kuliah mengakui, kemungkinan akan sulit baginya untuk masuk Islam di
Italia. “Media massa Italia sangat anti-Islam dan masyarakat Italia
pada umumnya beranggapan bahwa semua lelaki muslim adalah teroris dan semua perempuan muslim adalah budak,” ungkap Marchetti yang awalnya beragama Katolik dan masuk Islam pada tahun 2001.
Masjid-masjid di Inggris memberikan bimbingan bagi para mualaf baru dalam menjalani kehidupan baru mereka sebagai muslim. Berdasarkan sensus tahun 2001, jumlah Muslim di Inggris mencapai 1,6 juta jiwa. Sejak sensus itu terjadi kenaikan jumlah muslim di Inggris sebanyak 400.000 orang. Dan menurut Mendagri Inggris, Jacqui Smith pada tahun 2008 tercatat 10 ribu jutawan Muslim di Inggris dan secara umum komunitas Muslim Inggris telah memberikan kontribusi sebesar 3,1 miliar pounsterling per tahun bagi perekonomian Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar