tag:blogger.com,1999:blog-30736969374671981242024-03-13T06:24:23.164-07:00Berita-berita islamBerita yang memuat tentang-tentang teman-teman kita yang masuk islam.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.comBlogger77125tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-53954284917669997472012-02-27T06:24:00.001-08:002012-02-27T06:24:40.778-08:00"Salat Jumat itu Mengusik Intelektualitas, Jiwa dan Hati Saya"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/salat-jumat-itu-mengusik-intelektualitas-jiwa-dan-hati-saya"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/jummuah1.jpeg" />Raphael,
warga AS keturunan Amerika Latin ini, adalah seorang pemimpin kelompok
keagamaan Saksi Yehova sebelum akhirnya ia mengubah keyakinannya pada
Alkitab ke Al-Quran setelah berkunjung ke sebuah masjid.<br />
Lelaki kelahiran Texas yang berprofesi sebagai dosen dan suka melawak
ini mengucapkan dua kalimat syahadat pada tanggal 1 November 1991.
Sebagai mantan pemimpin jamaah gereja Saksi Yehovah, tak sulit bagi
Raphael untuk mendakwahkan Islam, begitu ia menjadi seorang muslim. Lalu
bagaimana ceritanya sampai Raphel mengenal Islam dan akhirnya
memutuskan masuk Islam?<br />
Sejak usia muda, 20 tahun, Raphael sudah dipercaya untuk memimpin
sebuah jamaah Saksi Yehova. Ia mengatakan, gereka Saksi Yehova memiliki
sistem kaderisasi berupa program pelatihan yang sangat canggih, dengan
memberlakukan sistem kuota. Seorang kader pemimpin Saksi Yehova harus
mengabdikan dirinya, dengan cara menyediakan waktu 10 sampai 12 jam
setiap bulannya, untuk melakukan khutbah dari rumah ke rumah.<br />
"Sistem kerjanya seperti manajemen penjualan. Manajemen penjualan di
IBM saja mungkin kalah dengan para kader Saksi Yehova yang dilatih
menjadi pemimpin kelompok," kata Raphael memberikan gambaran canggihnya
sistem pelatihan kader di Saksi Yehova.<br />
"Maka, ketika saya sudah menjadi seorang kader pelopor, saya
mengabdikan hampir seluruh waktu saya berkunjung dari pintu ke pintu.
Saya diwajibkan melakukan khutbah selama 100 jam per bulan, dan harus
mempelajari tujuh versi Alkitab," sambung Raphael.<br />
Tapi lama kelamaan, Raphael merasakan ada kejanggalan dalam ajaran
Saksi Yehova, termasuk konsep sistem kuota. Sepertinya, jika seseorang
berhasil memenuhi kuota yang ditetapkan untuk menyebarkan ajaran Saksi
Yehova, maka Tuhan akan mencintai orang itu. "Jika Anda tidak bisa
memenuhi kuota di bulan-bulan berikutnya, Tuhan tidak akan mencintamu.
Hal ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa. di bulan ini Tuhan
mencintai saya dan di bulan lain Tuhan bisa tidak mencintai saya hanya
karena tidak memenuhi kuota yang ditetapkan," papar Rapahel.<br />
Hal lain yang menurutnya tidak masuk akal adalah, keyakinan ajaran
saksi Yehova bahwa merelah satu-satunya umat yang akan diselamatkan oleh
tata baru dunia yang ditetapkan Tuhan. Mereka yang bukan penganut Saksi
Yehova, tidak akan selamat.<br />
"Saya berpikir, Bunda Theresa bukan seorang penganut Saksi Yehova,
tapi ia menghabiskan waktunya untuk melakukan apa yang diajarkan Yesus,
melakukan kebaikan; mulai dari menjaga orang-orang jompo, merawat orang
sakit dan anak-anak yatim piatu. Tapi apakah Tuhan tidak akan
menyayanginya hanya karena ia seorang Katolik, agama yang dianggap musuh
oleh jamaah Saksi Yehova?" tanya Raphael heran.<br />
Masih banyak lagi hal-hal yang ia lihat dan ia dengar, yang
membuatnya justru jadi mempertanyakan ajaran Saksi Yehova yang sedang
disebarluaskannya. Secara spiritual, Raphael mengaku ia tidak lagi
merasa nyaman. Tahun 1979, Raphael memutuskan untuk keluar dari jamaah
Saksi Yehovah, sambil menggerutu karena baru saat itu ia sadar bahwa
selama ini ia telah banyak membuang waktunya dengan mengabdikan diri
pada gereja.<br />
"Problemnya, saya tidak mengabdikan diri pada Tuhan. Tapi pada organisasi buatan manusia," tukas Raphael.<br />
Lepas dari Saksi Yehova, ia bingung mau kemana. Ajaran Yehova
mendoktrinnya untuk meyakini bahwa semua ajaran agama adalah salah,
kecuali ajaran Saksi Yehova, bahwa menyembah berhala itu perbuatan buruk
dan konsep Trinitas tidak berlaku.<br />
"Saya seperti lelaki tanpa agama. Saya bukan seorang lelaki, tanpa
keyakinan pada Tuhan. Tapi ketika itu saya tidak tahu harus pergi
kemana," ujar Raphael.<br />
<strong>Mengenal I-S-L-A-M</strong><br />
Tahun 1985, ia pindah ke Los Angeles dan mendatanagi gereka Katolik
yang berlokasi tak jauh dari rumahnya. Raphael ingin mencoba ajaran
Katolik, tapi itu hanya bertahan selama dua sampai tiga bulan. Raphael
kemudian menjalani kembali kehidupan tanpa agamanya, sembari bekerja
dengan membintangi beberapa film dan menjadi bintang iklan.<br />
Suatu hari di sebuah mall menjelang perayaan Natal, Raphel melihat
seorang perempuan melintas di hadapannya. Ia mencoba menyapa perempuan
itu dan ingin mengajak mengobrol, tapi ia tidak mendapat respon. Dari si
perempuan itu pula Raphael tahu bahwa ia seorang muslimah dan tidak
bisa sembarangan bicara dengan seorang lelaki, kecuali betul-betul ada
keperluan khusus.<br />
Kata "Muslim" benar-benar asing di telinga Raphael, ia pun meminta si
muslimah tadi mengeja huruf-huruf dari kata Islam, agama orang Muslim.
Ketika itu, yang Raphael tahu semua Muslim adalah teroris. Tapi
Raphael terus bertanya pada muslimah tadi tentang bagaimana awal
munculnya agama Islam. Si muslimah lalu menceritakan bahwa agama Islam
diturunkan pada Nabi Muhammad Saw dan disebarkan oleh nabi terakhir pada
umat manusia.<br />
Setelah mendengar cerita tentang Islam dan Nabi Muhammad, Raphael
mulai melakukan riset. Niatnya waktu itu cuma ingin mencari tahu, dan
tidak punya keinginan untuk menjadi seorang muslim.<br />
Meski tak menganut agama apapun, Raphel terus berdoa. Namun ia merasa
doa-doanya tak dijawab Tuhan. Hingga suatu hari, saat membereskan laci
meja pamannya yang akan pulang setelah dirawat di rumah sakit, Raphael
menemukan Injil Gideon di dalam laci itu, dan ia merasa Tuhan menjawab
doanya bahwa ia harus menjadi seorang penganut Kristen. Raphael pun
berdoa lagi, meminta pada Tuhan agar ia bisa menjadi seorang Kristen.
Bukan menjadi menjadi seorang penganut Saksi Yehova lagi, dan bukan
penganut Katolik.<br />
Suatu ketika, saat sedang membaca Kitab Perjanjian Lama, Raphael
teringat perkataan muslimah yang ia jumpai di mall bahwa kaum Muslimin
punya seorang nabi, Nabi Muhammad Saw. "Tapi mengapa nama Nabi itu tidak
ada dalam kitab ini?" Raphael bertanya-tanya dalam hati.<br />
Ia pun mulai memikirkan tentang kaum Muslimin, berapa jumlahnya di
seluruh dunia? Raphel pun memutuskan untuk mulai membaca terjemahan
Al-Quran. Ia lalu pergi ke sebuah toko buku bahasa Arab. Pada penjaga
toko, Raphael mengatakan bahwa ia membeli Quran karena cuma ingin
membaca isinya, bukan ingin menjadi orang Islam.<br />
Sesampainya di rumah, Raphael mulai membaca Al-Quran, mulai dari
Surat Al-Fatihah dan seterusnya, mata Raphael seolah tidak mau lepas
dari Al-Quran yang dibacanya. Ia terkesima begitu mengetahui bahwa
Al-Quran juga menceritakan tentang nabi-nabi lainnya yang Raphael kenal
dalam ajaran Kristen, seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan lain-lain.<br />
<strong>Ke Masjid</strong><br />
Setelah membaca Quran, Raphael berpikir, apa lagi yang akan ia
lakukan selanjutnya? Ia lalu membuka buku halaman kuning, dan akhirnya
menemukan apa yang ia cari, sebuah Islamic Center di Vermont,
California Selatan. Setelah menelpon ke Islamic Center itu, pihak
Islamic Center memintanya datang pada hari Jumat.<br />
"Saya betul-betul grogi waktu itu. Saya berpikir bahwa saya akan
pergi menemui seorang habib bersenjata AK-47," ungkap Raphael
membayangkan "teroris muslim" yang kerap ia baca dan dengar dari media
massa.<br />
Akhirnya, ia sampai juga ke Islamic Center di Vermont. Saat datang,
sedang berlangsung khutbah Jumat, kemudian Raphael melihat orang-orang
di Islamic Center melaksanakan salat Jumat bersama.<br />
"Sesuatu mulai merasuki intelektualitas saya, bahkan rasanya sampai
ke otot, tulang, hati dan jiwa saya," tutur Raphael mengingat
perasaannya saat itu.<br />
Usai salat, beberapa jamaah menyapanya dengan ucapan
"assalamualaikum" yang oleh Raphael seperti terdengar kata "Salt and
Bacon". Raphael heran ketika banyak orang yang mengucapkan "Salt and
Bacon" padanya dengan senyum, seolah orang-orang itu sudah mengenalnya.<br />
Tak tahu apa yang harus dilakukan, Raphael pergi ke perpustakaan dan
di sana ia bertemu dengan anak muda bernama Omar, asal Mesir. Omar
bertanya, apakah ini pertama kalinya Raphael datang ke tempat itu.
Raphael menjawab "Ya".<br />
"Oh, selamat datang. Apakah kamu muslim?" tanya Omar.<br />
"Bukan. Saya cuma pernah sedikit membaca tentang Muslim," jawab Raphael.<br />
"Oh, apakah kamu sedang belajar? Ini pertama kalinya kamu berkunjung ke masjid?" tanya Omar lagi.<br />
"Ya," jawab Raphael.<br />
Ia lalu diajak berkeliling masjid oleh Omar, yang menggandeng
tangannya. Seorang lelaki lain, kemudian bergabung dengan mereka.
"Orang-orang Muslim sangat ramah dan bersahabat," kata Raphael dalam
hati.<br />
Raphael di ajak melihat tempat salat, diberitahu mengapa alas kaki
harus dilepas saat masuk ke tempat salat, lalu ke tempat wudu. "Apa?
Voodoo (ilmu sihir), saya tidak tahu apa-apa soal Voodoo," kata Raphael
terperanjat mendengar kata "wudu" yang terdengar seperti kata "Voodoo"
di telinganya.<br />
"Bukan ... Bukan Voodoo, tapi Wudu!" kata Omar yang kemudian menjelaskan apa itu Wudu.<br />
Selesailah acara kunjungan Raphael hari itu. Ia pamit pulang dan
meminta pada pustakawan buklet tentang salat. Di rumah, Raphael
mempelajari dan mempraktekan petunjuk salat di buklet itu.<br />
Akhirnya, pada tanggal 1 November 1991, Raphael bertekad bulat untuk
menjadi seorang muslim dan hari itu ia mengikrarkan dua kalimat
syahadat. (In/IslamicBulletin)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-78491161474438107722012-02-27T06:21:00.000-08:002012-02-27T06:21:14.898-08:00"Menikahlah dengan Siapa Saja, Asal Bukan Seorang Muslim"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/menikahlah-dengan-sispa-saja-asal-bukan-seorang-muslim"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/susan.jpg" />Pada
malam tahun baru saat usianya masih 17 tahun, Susan Carland membuat
beberapa resolusi, dan salah satunya adalah "mencari tahu tentang
agama-agama lain" selain agama Kristen Baptis yang dianutnya sejak
kecil.<br />
Ketika Susan mengungkapkan resolusinya yang satu itu pada sang ibu,
ibu yang sangat ia cintai itu menjawab dengan santai, "Aku tak peduli
jika engkau menikah dengan seorang bandar narkoba sekalipun, asalkan
jangan menikah dengan seorang muslim."<br />
Kala itu itu, agama Islam tidak masuk dalam prioritas agama yang
ingin Susan pelajari, apalagi berpikir untuk menikah dengan seorang
muslim. "Islam terlihat keras, seksis dan asing," ujar Susan.<br />
Tapi dua tahun kemudian, pada usia 19 tahun, Susan menjadi seorang
muslimah. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat karena kemauannya sendiri,
tanpa pengaruh siapa pun, termasuk pengaruh seorang laki-laki. Lalu
bagaimana reaksi ibu Susan melihat puterinya masuk Islam?<br />
Suatu malam, ibu Susan mengatakan bahwa ia membuat daging babi iris
untuk makan malam. Malam itulah pertama kalinya ibu Susan tahu puterinya
sudah menjadi seorang muslimah. Ibu menyebut Susan 'korban' Islam.
"Tapi ibu memeluk saya, meski ia menangis," ungkap Susan. Beberapa hari
kemudian, Susan malah memutuskan untuk mengenakan jilbab.<br />
Selama 8 tahun memeluk Islam, hubungan Susan dengan ibunya mengalami
masa-masa sulit. Tapi sekarang hubungan keduanya mulai membaik. Ibunya
bahkan jadi sering membelikannya jilbab dan mengirimkan hadiah untuk
anak-anak Susan pada saat Idul Fitri.<br />
Susan menyelesaikan studinya hingga mencapai gelar PhD. Ia melakukan
riset tentang tantangan yang dihadapi kaum perempuan musim dalam masalah
kepemimpinan. Susan sekarang menjadi dosen dan tutor di School of
Political and Social Inquiry di Universitas Monash, Melbourne,
Australia, untuk bidang studi gender, pemuda dan sosiologi agama.<br />
"Saya mencintai Islam dan Muslim, tanpa keraguan. Orang-orang yang
paling mengagumkan dan paling inspiratif yang pernah saya temui adalah
kaum Muslimin, dan hal itu membantu saya untuk tidak menarik diri sama
sekali dari tengah masyarakat," tutur Susan.<br />
Susan menikah dengan seorang lelaki muslim pada Februari 2002. Ia
menggelar pesta pernikahannya di kebun binatang Melbourne. Suaminya
seorang pengacara bernama Waleed Aly, yang juga menjabat sebagai dewan
eksekutif Islamic Council of Victoria. Aly, muslim keturunan Mesir yang
lahir di Australia itu juga menjadi dosen di Universitas Monash dan
bekerja di Global Terrorism Research Centre.<br />
"Ketika saya masuk Islam, saya dan Waleed belum bertemu. Saya masih
seorang diri. Kami memutuskan menikah beberapa tahun setelah saya
menjadi seorang muslimah," tukas Susan.<br />
Ditanya tentang perjalanan spiritualnya setelah masuk Islam, Susan
mengungkapkan bahwa ia merasakan sebuah kebebasan intelektual. "Saya
mengawalinya dengan ikut masuk dalam ruang chatting Muslim di internet.
Saya berkenalan dan menjalin komunikasi dengan beberapa muslimah yang
sedang menimba ilmu di universitas saya. Mereka dengan sabar menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya," ujar Susan.<br />
Ia melanjutkan, "Ketika saya membiarkan agama bicara untuk dirinya
sendiri melalui tradisinya, melalui para ulama dan teks-teks suci, untuk
melawan apa yang ditulis para wartawan di tabloid-tabloid dan perilaku
muslim yang menggemparkan, saya menemukan bahwa Islam adalah agama yang
penuh kedamaian, egalitarian, berkeadilan sosial dan keseimbangan yang
indah antara spiritual dan intelektual."<br />
Susan mendakwahkan Islam dengan membuat program televisi Salam Cafe
yang ditayangkan secara nasional oleh jaringan televisi Australia. Ia
banyak menerima penghargaan untuk program yang dibuatnya itu. Susan juga
sering diundang sebagai pembicara di gereja, sekolah-sekolah,
organisasi bisnis, organisasi kemasyarakatan bahkan komunitas Yahudi. Ia
aktif di berbagai lembaga penelitian. Tak heran jika ia pernah terpilih
sebagai toloh Muslim Australia Tahun 2004, dan mendapatkan hadiah
sebesar 2.000 dollar yang ia sumbangkan ke berbagai lembaga amal, baik
lembaga muslim maupun non-Muslim. (kw/oi)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-33517646891323465952012-02-27T06:20:00.001-08:002012-02-27T06:20:30.717-08:00Perjalanan Panjang Musisi Inggris Menuju Cahaya Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
</div>
Lahir
di Inggris, sejak kecil ia sudah terlibat dalam berbagai produksi
musik, bisa memainkan beberapa alat musik dan aktif menyanyi. Hingga ia
beralih ke lagu-lagu nasyid dan meluncurkan CD nasyid pertamanya
bertajuk "Peace" dalam Konferensi "Global Peace and Unity" di London
pada tahun 2008.<br />
Dia adalah Abdullah Rolle. Ia masuk Islam tujuh tahun yang lalu.
Perjalanannya menuju Islam seiring sejalan dengan karirnya yang terus
berkembang sebagai artis lagu-lagu nasyid. Inilah kisah perjalanan Rolle
menemukan cahaya Islam dan menjadi seorang muslim hingga saat ini;<br />
Suatu pagi, Rolle sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba seorang muslim
datang padanya dan bertanya apakah ia bisa bicara dengan Rolle sebentar
saja. Laki-laki muslim itu bertanya apakah Rolle tahu tentang Islam dan
Nabi Muhammad Saw, dan Rolle menjawab bahwa ia tahu bahwa Tuhan adalah
pencipta segala sesuatu tapi selama ini ia diajarkan tentang Yesus,
bukan tentang Nabi Muhammad Saw. Rolle berusaha mengalihkan pembicaraan.<br />
"Saya tidak pernah serius dengan masalah agama. Beberapa tahun
kemudian, saya berbincang dengan seorang muslim tentang Allah yang
Mahakuasa, tapi masih belum siap untuk mempertimbangkan apapun tentang
Islam atau menjadi seorang seorang muslim," ujar Rolle.<br />
"Saya belum pernah bertemu dengan orang seperti itu. Orang-orang yang
saya jumpai adalah mereka terlibat dalam bisnis musik dan mereka punya
gaya hidup sendiri-sendiri. Makanya, waktu itu, saya tidak melihat
peluang untuk tertarik pada Islam. Tapi rupanya, waktunya saja yang
belum tiba," sambung Rolle mengenang pengalamannya bertemu dengan
muslim.<br />
<strong>Toko Buku dan DVD yang Mengubah Hidupnya</strong><br />
Ketika pindah ke London Timur, Rolle sering berkunjung ke toko buku
Dar Assalam di kawasan West End. Rolle senang mengikuti perkembangan
dunia, membaca tentang hal-hal yang bernuansa konspirasi dan
kejadian-kejadian di dunia.<br />
"Beberapa hal yang saya baca, ada yang benar dan ada yang tidak. Tapi
itu tidak juga membawa saya lebih dekat pada Sang Pencipta. Jiwa saya
selalu mencari dan mencari, meski saya tidak menyadari itu seratus
persen," tuturnya.<br />
Pegawai di toko buku selalu memberikan buklet pada Rolle. Ia
menerimanya dan hanya menyimpannya di lemari. Ia baru merasa simpati
pada umat Islam ketika AS menginvasi Irak dan Rolle membaca semua buklet
yang disimpannya. Rolle bertanya pada dirinya sendiri, mengapa dunia
selalu menyerang Islam dan umat Islam. Rolle menyaksikan bagaimana media
massa menggambarkan umat Islam sebagai teroris. Rolle tahu bahwa media
massa belum tentu benar dan tidak selalu menyampaikan kebenaran. Rolle
ingin tahu mengapa ada pihak yang menyerang umat Islam. Dalam
kebingungannya mencari jawaban, Rolle masuk kamar, bersujud dan berdoa.<br />
Suatu hari, di depan toko buku Dar Assalam yang biasa dikunjunginya,
Rolle berkata pada anak lelakinya, "Aku butuh sesuatu untuk memberi
makan jiwa saya. Buku-buku yang lain tidak memberi dampak apapun buat
saya." Anak lelaki Rolle lalu menunjuk sebuah DVD berjudul "What Is The
Purpose of Life?" oleh Khaled Yasin. Rolle membeli DVD itu. Di rumah,
usai menyaksikan DVD yang dibelinya, Rolle merasa sangat terinspirasi.<br />
"Semua hal yang dijelaskan dalam DVD itu, saya merasa sudah tahu
semua. Saya tahu apa yang dikatakan di dalamnya adalah kebenaran,"
kenang Rolle.<br />
Dari DVD itu, Rolle mengetahui bahwa umat Islam menunaikan salat lima
waktu sehari. Karena saat itu Rolle masih berkecimpung di jalur musik
yang umum, Rolle merasa ia tidak bisa melakukan salat seperti yang
dijelaskan dalam DVD tersebut, tapi hatinya yang paling dalam mengakui
kebenaran akan perintah salat itu.<br />
Waktu terus berjalan. Rolle jadi sering berkumpul dengan komunitas
Muslim dan ia merasakan betapa sahabat-sahabat muslimnya sangat
perhatian padanya. "Saya menghabiskan waktu bersama mereka selama dua
tahun. Mereka mengajarkan, meluruskan dan mengingatkan saya. Kebanyakan
dari mereka adalah pegawai di toko buku itu. Sejak itu saya jadi akrab
dengan mereka," ujar Rolle.<br />
Ia terkesan dengan perilaku teman-teman barunya itu. "Saya selalu
melihat bahwa kebanyakan muslim sikapnya sopan, baik hati dan suka
membantu. Mereka sendiri menghadapi berbagai problematika umat di
berbagai belahan dunia, tapi sebagai pribadi, muslim yang saya jumpai
selalu bersikap ramah pada saya. Saya ingin berusaha agar menjadi orang
yang taat, dan saya terus berusaha. Saya ingin seperti mereka," komentar
Rolle tentang muslim.<br />
Pada saat itu, Rolle sudah meyakini Islam, punya dasar pengetahuan
yang lumayan tentang agama Islam dan sedang terus belajar tentang Islam.
Teman-teman muslimnya bilang bahwa Rolle harus mendeklarasikan dua
kalimat syahadat jika ingin menjadi seorang muslim. Teman-teman
muslimnya juga mengingatkan Rolle bahwa kematian selalu mengintai setiap
manusia, apalagi yang ditunggunya jika tidak segera menjadi seorang
muslim. Tapi, lagi-lagi Rolle merasa dirinya belum siap menjadi seorang
muslim.<br />
Di tengah kebimbangannya, Rolle menyaksikan DVD berjudul "One Islam"
oleh Syaikh Fiez di Australia. Dari DVD itu, Rolle belajar tentang
tentang Hari Kiamat dalam ajaran Islam. Rasa takut pada Tuhan tiba-tiba
mengusik hatinya, jika ia bisa masuk Islam sebelum Hari Akhir itu, maka
Rolle akan melakukannya.<br />
Keesokan harinya, ia menghubungi teman-teman muslimnya, dan
mengatakan bahwa ia siap untuk menjadi seorang muslim.
Sahabat-sahabatnya menyambut gembira keputusan Rolle dan menyiapkan
acaranya di akhir pekan.<br />
Setelah resmi menjadi seorang muslim. Rolle kadang merasa iri melihat
para ulama muslim. Ia berharap sudah masuk Islam ketika usianya jauh
lebih muda. Tapi Allah Maha Tahu yang baik bagi hamba-hamba-Nya.<br />
"Teman-teman membantu saya pelan-pelan. Di masa awal saya masuk
Islam, mereka tidak bilang bahwa musik itu haram. Jika mereka
mengatakannya pada saat itu, saya mungkin tidak mau menjadi seorang
muslim, karena sedang mengerjakan sejumlah proyek musik. Mereka
meyakinkan saya, bahwa sementara itu saya boleh tetap terus bermusik,
asalkan saya punya niat sewaktu-waktu saya akan keluar dari dunia
musik," tutur Rolle.<br />
Rolle ingat, tantangan terbesar baginya setelah masuk Islam adalah
belajar bahasa Arab dan belajar bacaan salat dan doa-doa dalam bahasa
Arab. Ia merasa kembali ke bangku sekolah. Tapi Rolle senang karena
akhirnya ia berhasil menghapal beberapa surat Al-Quran dan bisa
membacanya. "Sehingga saya bisa salat. Saya hal yang sangat ingin bisa
saya lakukan lebih dari apapun juga," tukas Rolle yang belajar praktek
salat dan membaca Al-Quran juga dari berbagai DVD.<br />
<strong>Menjadi Artis Nasyid Internasional</strong><br />
Saat baru masuk Islam, Rolle masih bekerja sebagai guru musik untuk
anak-anak di beberapa sekolah dan menulis beberapa lagu untuk anak-anak
yang kabur dari rumah dan ditampung di pusat belajar di kota tempatnya
tinggal. Ia jadi banyak tahu kisah-kisah sedih anak-anak itu, dan ingin
menolong mereka. Rolle juga aktif di pusat kegiatan masyarakat dan
berbisnis dengan menawarkan jasa mengajar musik pada anak-anak muda.<br />
Lama kelamaan Rolle berpikiri adakah berkah Allah Swt dengan apa yang
dikerjakannya. "Jika saya harus berdiri di hadapan Allah, apa yang akan
saya katakan tentang diri saya dan kegiatan saya mengajar musik? Saya
akhirnya memutuskan untuk menghentikan aktivitas saya; di sekolah, pusat
kegiatan masyarakat dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan musik.
Sebagian orang menghormati keputusan saya, sebagian lagi mengatakan
bahwa tindakan saya salah," kisah Rolle.<br />
Kala itu, Rolle tidak berpikir untuk beralih ke musik nasyid, meski
ia punya studio rekaman sendiri. Rolle lalu bicara dengan seorang muslim
yang ayahnya seorang ulama di Arab Saudi dan pemilik Masjid Tauhid di
London. Rolle minta nasehat sahabat muslimnya itu dan akhirnya mulai
merintis karir di bidang musik nasyid.<br />
Sekarang, selain aktif dalam berbagai kegiatan bersama komunitas
Muslim di Inggris, Rolle memfokuskan karirnya sebagai artis nasyid
bertaraf internasional, dan meluncurkan CD lagu-lagu nasyidnya bertajuk
"Peace" di Afrika Selatan pada tahun 2009. (kw/oi)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-53315951692181897482012-02-27T06:19:00.000-08:002012-02-27T06:19:29.101-08:00Kätlin Hommik, "Ayah, akan Jadi Apa Saya Saat Mati?"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/k-tlin-hommik-ayah-akan-jadi-apa-saya-saat-mati"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/luvislam.jpg" />Kätlin
Hommik lahir dari keluarga yang menganut agama Kristen di Estonia. Tapi
Estonia ketika Hommik masih kanak-kanak, berada dibawah kekuasan Uni
Soviet yang berideologikan komunis, dimana agama menjadi hal yang tabu
dan tak seorang pun boleh membicarakan soal agama.<br />
Satu hal yang masih diingat Hommik, ketika ia berusia tiga tahun dan
menanyakan pada ayahnya, "Akan jadi apa saya saat mati?". Hommik melihat
wajah ayahnya tercengang mendengar pertanyaannya. "Bagaimana bisa anak
usia tiga tahun mengajukan pertanyaan seperti ini," begitu mungkin yang
terlintas di benak sang ayah.<br />
Ayahnya tak memberi jawaban yang memuaskan Hommik kecil. Di tengah
kehidupan masyarakat yang berada dibawah kekuasaan komunis yang tak
percaya Tuhan, ayah Hommik hanya memberikan jawaban singkat dan
sederhana, "Anakku sayang, kamu hanya akan dikubur di dalam tanah ..."<br />
"Saya tidak pernah mendengar hal yang tidak logis dan menyeramkan
seperti jawaban ayah saya pada hari itu. Jawaban yang membuat saya
mencari kebenaran, meski waktu itu saya baru berumur tiga tahun. Tapi
jalan panjang membentang di hadapan saya. Saya tahu, atau sebenarnya
merasa bahwa Tuhan itu ada, meski saya tidak bisa harus menyebut-Nya
dengan sebutan apa," tutur Hommik.<br />
"Saya tahu Tuhan selalu ada, mengamati saya. Kalau saya harus menjadi
seorang anak perempuan yang baik, itu bukan untuk kedua orang tua saya,
tapi buat Tuhan, karena Dia-lah satu-satunya yang melihat saya
dimanapun saya berada, bukan orang tua saya," lanjut Hommik.<br />
Memasuki masa sekolah, Hommik makin sering mengajukan
pertanyaan-pernyataan rumit yang tidak mampu dijawab ayahnya. Sang ayah
lalu menyuruh Hommik bertanya pada nenek dari pihak ayah. Nenek Hommik
lahir ketika Estonia baru lahir sebagai negara Republik, sehingga sang
nenek sempat merasakan dibaptis seperti anak-anak lainnya yang beragama
Kristen. Neneklah yang pertama kali mengatakan pada Hommik untuk
menyebut "Tuhan" yang selama ini ada dalam pikiran Hommik dengan sebutan
Tuhan.<br />
"Nenek juga yang mengajarkan saya doa dalam agama Kristen 'Bapak kami
yang ada di surga'. Tapi nenek meminta saya untuk tidak membacanya di
depan umum atau di depan orang tua saya, karena jika saya melakukan itu,
akan jadi masalah. Saya berjanji pada diri sendiri untuk belajar agama
Kristen lebih banyak seiring saya tumbuh dewasa," ungkap Hommik.<br />
Ketika usia Hommik 11 tahun, Estonia merdeka dan lepas dari Uni
Soviet. Hommik mewujudkan niatnya belajar agama Kristen. Ia lalu
mendaftarkan diri ke sekolah Minggu yang diselenggarakan gereja.
Sayangnya, pihak Sekolah Minggu mengeluarkan Hommik, karena ia dianggap
terlalu banyak bertanya hal-hal yang oleh gereja dianggap tidak pantas
ditanyakan, karena menunjukkan Hommik tidak yakin akan agama yang
dipelajarinya.<br />
"Saya betul-betul tidak mengerti mengapa mereka mengeluarkan saya.
Saya merasa tidak ada yang salah dengan pertanyaan saya. Saya cuma ingin
tahu mengapa Yesus Kristus disebut anak Tuhan, padahal 'Tuhan' tidak
menikahi Maria. Lalu, mengapa Adam tidak disebut anak Tuhan, meski dia
juga tidak punya ibu dan bapak. Tapi rasa ingin tahu saya ini dianggap
terlalu berlebihan oleh guru saya," ujar Hommik menceritakan
pengalamannya di Sekolah Minggu.<br />
Ketika menginjak usia 15 tahun, Hommik mulai belajar agama Kristen
sendiri. Ia menganggap dirinya sebagai seorang Kristiani. Tapi ia
akhirnya menyadari bahwa ia tidak bisa menganggap dirinya seorang
Kristiani karena ada banyak hal yang tidak bisa ia terima dalam ajaran
Kristen. Hommik lalu berpikir untuk mencari sesuatu yang lain.<br />
Setelah mempelajari beragama agama dan keyakinan, Hommik akhirnya
menemukan Islam. Pengalamannya kecewa dengan ajaran Kristen, membuat
Hommik cukup lama belajar Islam sebelum benar-benar meyakininya. Waktu
yang lama itu berbuah manis, Hommik menemukan apa yang dicarinya. Ia
meyakini Islam sebagai ajaran agama yang paling masuk akal dan ia pun
memutuskan untuk bersyahadat, menjadi seorang muslimah.<br />
"Saya pindah ke agama Islam setelah bulan Ramadhan pada tahun 2001.
Bulan Ramadhan adalah masa-masa yang indah. Orang berpuasa, menahan diri
dari kesenangan fisik, memikirkan orang-orang yang kurang beruntung
dibandingkan kita. Itulah yang saya rasakan tentang hidup saya sebelum
menjadi seorang muslim. Saya berpuasa dari apa yang paling dibutuhkan
oleh manusia, puasa dari 'makanan' yang dibutuhkan jiwa dan pikiran,"
ujar Hommik.<br />
Ia menyambung, "Saya betul-betul tidak punya penjelasan yang logis,
mengapa saya masuk Islam setelah Ramadan, bukan sebelum atau pada saat
Ramadan. Saya berpuasa sebulan penuh, lalu masuk Islam. Saya pikir, saya
harus membersihkan diri saya, saya harus mengambil langkah terakhir
untuk menerima sebuah kesempurnaan."<br />
Ketika orang menanyakan mengapa Hommik memutuskan menjadi seorang
muslim, Hommik selalu menjawab bahwa sebelumnya ia sudah menjadi seorang
muslim, hanya saja ia tidak menyadarinya. Setelah menemukan Islam,
butuh tiga tahun bagi Hommik untuk meyakinkan siapa dirinya sebenarnya.
Sekarang, jika ada orang bertanya tentang kemuslimannya, Hommik tanpa
ragu menjawab "Ya, inilah saya, saya yang sebenarnya. Pada usia 21 tahun
saya memutuskan masuk Islam. Terima kasih pada Allah Swt !"<br />
"Menjadi seorang muslim itu penuh rahmat. Kita puasa satu bulan penuh
setiap tahun untuk membuat kita menjadi manusia yang lebih baik. Banyak
orang di dunia ini harus 'berpuasa' lebih lama dalam hidupnya dalam
mencari kebenaran," tandas Hommik. (kw/TI)</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-63226569445518723152012-02-27T06:18:00.000-08:002012-02-27T06:18:07.527-08:00Mualaf itu Jadi Ustaz di Kemiliteran AS Setelah Ditolak Jadi Opsir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/khalid-shabazz-jadi-ustaz-bagi-pasukan-as-setelah-ditolak-jadi-opsir"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/shabazz.jpg" />
Khalid Shabazz adalah satu dari lima pembimbing rohani muslim yang
bertugas di basis militer AS di Eropa. Perjalanan hidup lelaki asal
Alexandria itu, sampai menjadi seorang da'i yang memberikan bimbingan
rohani bagi para prajurit AS di Eropa, cukup unik. Ia adalah seorang
mualaf yang tekun mempelajari dan memperdalam Islam hingga dipercaya
menjadi ustaz.<br />
Nama aslinya adalah Michael Barnes, lulusan perguruan tinggi Jarvis
Christian College, menganut aliran Kristen Lutheran. Sebelum bergabung
dengan kemiliteran, Ia bekerja di jaringan pertokoan terkemuka di Baton
Rouge dengan penghasilan 67 USD per minggu.<br />
"Saat itu, istri saya sedang mengandung anak kedua. Saya harus
melakukan sesuatu untuk hidup saya. Saya menemui tenaga rekrutmen dan
akhirnya bergabung dengan kemiliteran. Saya masuk ke bagian artileri.
Masuk ke kemiliteran adalah hal terbaik dalam kehidupan saya," ujar
Shabazz.<br />
Sebagai seorang prajurit artileri, Shabazz hidup prihatin. Tidur di
tempat yang kondisinya sangat buruk, disumpahi, dibentak-bentak, tapi
itu semua justru mendewasakannya sebagai manusia dan menjadi titik awal
ia mengkaji ulang kehidupan religiusnya.<br />
Suatu hari, Shabazz yang waktu itu belum masuk Islam bertanya pada
seorang prajurit yang muslim tentang konsep-konsep ajaran Islam. Shabazz
terpesona dengan respon dari prajurit muslim itu dan memutuskan untuk
mempelajari agama Islam.<br />
Selama dua tahun Shabazz menekuni agama Islam, dan dalam
perjalanananya mempelajari Islam, ia memutuskan untuk menjadi staf di
kemiliteran. "Saya masuk sekolah staf militer, karena saya ingin keluar
dari pasukan artileri," ujarnya.<br />
Dalam kurun waktu dua tahun itu pula, Shabazz memutuskan untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslim. Ia pun
mengganti nama Michael Barnes menjadi Khalid Shabazz. Ujian pertamanya
setelah menjadi seorang muslim adalah, ketika ia ditolak untuk
meningkatkan skornya agar bisa masuk ke Sekolah Kandidat Opsir.
Keislaman dan rutinitas Shabazz menunaikan salat Jumat, menjadi alasan
penolakan itu.<br />
Shabazz merasa sangat kecewa. Ia lalu mengadukan persoalannya dan
bermaksud minta bantuan pada seorang pembimbing rohani Islam yang
bertugas di kemiliteran. Ustaz yang ditemui Shabazz malah menanyakan,
mengapa Shabazz tidak mencoba menjadi pembimbing rohani saja, jika
ditolak masuk Sekolah Calon Opsir, agar ia bisa membantu orang yang
menghadapi persoalan seperti dirinya.<br />
Itulah awal cerita Shabazz menjadi seorang pembimbing rohani di dinas
kemiliteran AS. "Saya kira hidup ini begitu menakjubkan. Kalau waktu
itu saya dibolehkan meningkatkan skor nilai saya agar diterima di
sekolah calon opsir, saya mungkin tidak akan pernah menjadi seorang
pembimbing rohani atau ustaz di sini," ungkap Shabazz.<br />
<strong>Bertugas Sebagai Ustaz di Kemiliteran</strong><br />
Shabazz lalu belajar metodologi Al-Quran, hadis dan perbandingan
agama selama dua setengah tahun, untuk menjadi imam di Graduate School
of Islamic and Social Sciences di Ashburn. Ia juga belajar bahasa Arab
selama dua tahun di Universitas Yordania di Amman.<br />
Shabazz resmi menjadi pembimbing rohani di kemiliteran AS pada tahun
1999. Ia ditugaskan ke berbagai negara untuk mendampingi para tentara AS
yang bertugas di Afrika, Bosnia, Kosovo, Polandia dan Timur Tengah. Ia
juga pernah ditugaskan di kamp penjara angkatan laut AS, kamp Guantanamo
di Kuba, juga ke Irak selama 15 bulan.<br />
Selama di Irak, Shabazz berkeliling ke barak-barak militer AS,
memberikan pemahaman tentang Islam dan aspek budaya Islami pada para
komandan dan prajurit nonmuslim. "Saya sampaikan pada para komandan
pasukan AS di Irak, apa yang boleh dan tidak boleh berdasarkan ajaran
agama Islam," tukasnya.<br />
Shabazz mengatakan, prajurit yang muslim tidak berbeda dengan
prajurit yang berlatar belakang agama lain. Tujuan utama mereka adalah
ibadah. "Setiap Jumat, kami salat berjamaah. Kami saling memberikan
dukungan satu sama lain, berusaha menciptakan kenyamanan bagi para
jamaah dan memastikan jika para prajurit sedang menghadapi masalah dan
kesulitan, kami selalu ada buat mereka," tandas Shabazz.<br />
Dalam melaksanakan tugasnya, Shabazz mengaku lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk para prajurit yang nonmuslim. "Saya main
bola basket dan angkat berat bersama mereka. Kebanyakan dari mereka
dekat dengan saya bukan untuk alasan spiritual, tapi untuk mendapatkan
pengarahan, saya menjadi mentor mereka," ujar Shabazz. (kw/IE)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-83959713753546868242012-02-27T06:17:00.000-08:002012-02-27T06:17:05.834-08:00Bunda Kaci, dari Aktivis Kristen Menjadi Aktivis Muslim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kesadararan Kaci Starbuck tentang ajaran Kristen bermula ketika
dibaptis di sebuah Gereja Baptis. Dari Sekolah Minggu, Kaci tahu doktrin
agamanya mengajarkan bahwa "jika seseorang tidak dibaptis, maka ia akan
masuk neraka." Tapi kesediaan Kaci dibaptis bukan karena takut masuk
neraka, tapi karena ia ingin membahagiakan banyak orang, terutama ibunya
yang mendorong Kaci agar mau dibaptis.<br />
Sejak taman kanak-kanak hingga remaja, Kaci sudah aktif dalam
berbagai kegiatan gereja, mulai dari ikut paduan suara gereja,
perkemahan tahunan remaja gereja dan kegiatan lainnya. Kaci tumbuh
sebagai anak yang memegang teguh ajaran agamanya, hingga kedua orang
tuanya bercerai dan mengubah pandangannya pada agama, khususnya agama
Kristen yang dianutnya.<br />
Selama ini, Kaci melihat orang tuanya sebagai pasangan yang sempurna.
Ayahnya salah seorang petinggi gereja, ibunya juga membina anak-anak
muda gereja. Ketika orang tuanya bercerai, ibunya pergi dan Kaci tinggal
bersama ayah dan dua saudara lelakinya. Tapi, tiga tahun setelah
perceraian, Kaci dan dua saudara lelakinya pindah ke rumah ibunya.
Ketika itu, Kaci menyaksikan ibunya tidak lagi pergi ke gereja dan itu
mempengaruhi dua saudara lelaki Kaci yang akhirnya beranggapan bahwa
pergi ke gereja tidak lagi penting. Sementara Kaci, lebih senang
menikmati masa remajanya di bangku sekolah menengah pertama, bertemu
dengan dengan banyak teman baru.<br />
Kaci mulai bingung dengan ajaran Kristen ketika ia bertemu dengan
seorang teman sekolahnya yang menganut Kristen dari aliran yang berbeda.
Temannya itu mengundang Kaci datang ke rumah bertemu keluarganya, dan
mengunjungi gerejanya. Kaci memenuhi undangan itu. Ia jadi akrab dengan
keluarga sahabatnya itu, bahkan sering mengunjungi gereka mereka di
akhir pekan.<br />
Keluarga itu adalah penganut Kristen sekte "Perjanjian Baru".
Penganut Kristen sekte ini tidak menggunakan alat musik dalam misa-misa
gereja, tapi hanya menggunakan vokal dalam menyanyikan lagu-lagu gereja.
Tidak ada pendeta khusus, tapi para sesepuh komunitas itu yang
memberikan khutbah setiap minggu di gereja. Perempuan dilarang bicara di
gereja, tidak ada perayaan natal, paskah dan hari besar Kristen
lainnya, anggur dan roti komune diberikan setiap misa Minggu dan
pembaptisan sangat penting bagi penganut sekte ini. Meski Kaci sudah
pernah dibaptis, sekte ini tidak mengakui Kaci sebagai penganut
"Kristen" jika belum dibaptis dengan cara mereka.<br />
Karena bingung, Kaci mendiskusikan keyakinan sekte tersebut pada
ibunya. Kaci merasa ia tidak perlu dibaptis lagi. Ia akhirnya
meninggalkan gereja itu, ketika ia masuk kuliah. Saat itu Kaci
memutuskan untuk tidak terikat pada gereja tertentu. Ia hanya sesekali
pergi ke gereja untuk mendengarkan khutbah yang menurutnya penting.<br />
Di tahun kedua kuliahnya, Kaci bergabung dengan Gereja Wake Forest
sebagai penyanyi untuk mencari uang, bukan karena mengikuti aliran
gereja itu. Di tahun kedua kuliahnya itu pula, Kaci bertemu dengan
seorang muslim yang tinggal satu asrama dengannya.<br />
<strong>Belajar Islam Kesana Kemari</strong><br />
Lewat teman muslimnya itu, Kaci sering berdiskusi tentang apa saja.
Hingga suatu sore, Kaci menanyakan pada temannya yang muslim itu sebuah
pertanyaan filosofis tentang keimanan dan agama. Dari penjelasan
sahabatnya itu tentang Islam, Kaci jadi bertanya pada dirinya tentang
agama yang dianutnya. Tapi sayang, setelah lama berkomunikasi, Kaci
merasa sahabat muslimnya itu tidak lagi menjawab rasa ingin tahu dan
memenuhi kebutuhan spiritual yang diinginkan Kaci.<br />
Pada musim panas, Kaci bekerja di sebuah toko buku dan di sanalah ia
banyak menemukan buku-buku tentang Islam. Ia bertemu lagi dengan
seorang muslim lain di kampusnya, dan Kaci mulai melontarkan banyak
pertanyaan padanya tentang Islam. Temannya itu selalu mengarahkan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Kaci pada Al-Quran yang membuat Kaci,
mau tak mau membaca isi Quran. Selama satu tahun itu, Kaci dua kali
berkunjung ke masjid lokal untuk mencari tahu lebih banyak tentang
Islam, dan di sana Kaci merasakan kehidupan komunitas yang akrab.<br />
"Setelah banyak membaca tentang Islam, saya jadi lebih sensitif jika
mendengar pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan Muslim. Ketika
mengambil kursus pengenalan tentang Islam, saya frustasi mendengar
komentar seorang profesor tentang Islam yang saya tahu tidak benar, tapi
saya tidak bisa mendebatnya," kata Kaci.<br />
Di sela-sela kuliahnya, Kaci juga aktif dalam organisasi Islam
Awareness di kampusnya. Ia bahkan menjadi orang Kristen dan perempuan
satu-satunya yang aktif dalam organisasi itu. Kaci tak peduli dengan
pandangan orang tentang aktivitasnya itu. Bergaul dengan muslim dan
banyak membaca buku tentang Islam, membuat Kaci tidak lagi mengkonsumsi
daging babi, tidak minum minuman beralkohol, dan mulai ikut berpuasa di
bulan Ramadan. Perubahan ekstrim dilakukannya, ketika ia memutuskan
untuk menutup rambutnya, meski bukan berjilbab.<br />
"Sekali lagi, saya merasakan sebuah keindahan dan saya berpikir bahwa
hanya suami saya yang boleh melihat rambut saya. Selama ini, saya tidak
tahu menahu soal kewajiban jilbab dalam Islam, karena banyak muslimah
di masjid yang saya kunjungi tidak mengenakan jilbab," ujar Kaci.<br />
Untuk mencari tahu lebih banyak tentang Islam, Kaci bergabung dengan
sebuah komunitas di sebuah situs Islam. Ia lalu bertemu dan
berkorespondensi dengan seorang muslim yang juga tinggal di AS. Pada
bulan Juli 1996, Kaci menelpon sahabatnya itu, ia menanyakan banyak hal
tentang Islam dan Muslim dan mendapatkan jawaban yang masuk akal dan
memuaskan. Keeseokan harinya, Kaci langsung datang ke masjid di kawasan
Wake Forest, ditemani dua orang temannya, yang satu muslim dan satunya
lagi non-Muslim. Tapi Kaci tidak menceritakan maksudnya datang ke masjid
untuk apa.<br />
Di masjid, Kaci mengatakan ingin bertemu imam masjid setelah memimpin
salat dan memberikan ceramah. Ketika imam masjid datang padanyanya,
Kaci bertanya apa yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang muslim.
Sang imam menjawab, pengetahuan dasar tentang Islam dan bersyahadat.
Kaci lalu mengatakan bahwa ia sudah mempelajari Islam selama setahun dan
sekarang ia siap menjadi seorang muslim.<br />
Dan hari itu, tanggal 12 Juli 1996, Kaci mengucapkan dua kalimat
syahadat dan resmi menjadi seorang muslimah. Setelah masuk Islam, Kaci
sempat menemui kendala di tempat kerjanya karena ia mengenakan jilbab.
Namun Kaci tetap mempertahankan jilbabnya. Di kampus, Kaci justru
menjadi pemimpin organisasi Islam dimana ia dulu aktif di dalamnya. Dan
ia dikenal dengan panggilan "Bunda Kaci." (kw/oi)</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-42817476876891048722012-02-27T06:14:00.005-08:002012-02-27T06:14:47.183-08:00Perempuan Jerman, "Membaca Al-Fatihah, Jantung Saya Berdebar Hebat"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/perempuan-jerman-membaca-al-fatihah-jantung-saya-berdebar-hebat"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/khadega.jpg" />Khadija
Acuna Pihan, perempuan asal Jerman ini bersyahadat pada tahun 2005.
Pilihannya menjadi seorang muslimah membuatnya harus "kehilangan"
seluruh keluarganya yang tidak bisa menerima keislamannya. Namun ia
yakin, suatu saat Allah Swt akan mengembalikan keluarganya dan memahami
mengapa ia memilih masuk Islam.<br />
"Islam adalah jalan kebenaran yang akan saya jalani. Sekarang, setiap
kali saya berdoa, saya merasa sedang bicara pada Tuhan, dan Tuhan
sedang mendengarkan saya," kata Pihan mengawali cerita di awal ia
menjadi seorang muslimah.<br />
Ia mengatakan, Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki ajaran
yang jelas. "Siapa yang membaca Qur'an dengan hatinya, akan menemukan
sebuah agama yang terang. Saya meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan dan
saya bahagia menemukan jalan saya dengan-Nya. Saya yakin sudah melakukan
tindakan yang benar dengan masuk Islam. Saya bersyukur, Tuhan menuntun
saya ke jalan yang benar," ujar Pihan yang memilih nama Islam, Khadija
setelah bersyahadat.<br />
Acuna Pihan lahir dan dibesarkan dalam ajaran Kristen. Ia dan
keluarganya rajin ke gereja. Namun, saat datang ke gereja dan mendengar
cerita pendeta bahwa Yesus adalah anak Tuhan, selalu terpintas dalam
pikiran Pihan mengapa pendeta ini bicara seperti itu dan Pihan tidak mau
mengarnya.<br />
"Saya membaca doa yang saya pelajari sejak saya berusia 7 tahun. Tapi
saya merasa tak seorang pun mendengarkan doa saya, bahkan Yesus.
Mengapa orang-orang ini datang ke gereja dan setelah itu para lelaki
pergi ke restoran untuk minum minuman keras, lalu para perempuan
bertengkar dengan mereka karena pulang dalam keadaan mabuk. Inikah
ajaran Kristen?" tanya Pihan dalam hati.<br />
Pihan yakin pasti ada hal lain yang diajarkan agama. Ia pun
mempelajari berbagai agama. "Banyak agaman yang aneh. Orang menyembah
Buddha sebagai Tuhan atau menyembah matahari, sapi, bunga, bahkan setan.
Hal semacam itu bukan agama saya," batin Pihan ketika itu.<br />
Ia lalu menemukan buku tentang Nabi Muhammad Saw. dan mengetahui
bagaimana Rasulullah Saw. menyebarkan agama Islam serta betapa
berbahayanya hidup sebagai seorang muslim di zaman itu. Pihan juga
membaca sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw, mulai dari silsilah
keluarganya, kehidupan rumah tangganya dan siapa saja istri-istri
beliau.<br />
"Saya tidak bisa berhenti saat membaca buku itu, sehingga saya
membaca semua buku-buku itu dalam satu hari. Buku yang saya baca
menceritakan tentang kitab suci Al-Quran yang berisi firman-firman Allah
dan rasa ingin tahu saya tentang Quran pun muncul," ujar Pihan.<br />
"Ketika saya membaca surat Al-Fatihah, jantung saya berdebar hebat.
Saya terus membaca surat-surat lainnya dan saya hati saya tenang saat
membacanya. Ketika saya membaca surat Maryam dan mengetahui apa yang
tertulis di surat itu, saya jadi paham mengapa saya tidak bisa
memercayai apa yang dulu dikatakan pendeta di gereja," tukasnya.<br />
Ia melanjutkan, "Dalam Kristen, kami belajar bahwa Yesus adalah anak
Tuhan dan kami harus berdoa padanya. Itulah yang kami lakukan selama
ini. Lalu, saya membaca Quran yang usianya sudah ribuan tahun, dan
isinya selalu sama bahwa Yesus hanya seorang nabi seperti juga Nabi
Muhammad Saw serta nabi-nabi lainnya. Quran juga menyatakan bahwa Tuhan
tidak punya anak dan kita dilarang menyembah Tuhan yang lain kecuali
Allah Swt."<br />
Kata-kata dalam Quran yang membuat Pihan beralih ke agama Islam.
Selain itu, yang membuatnya meyakini Quran, meski kitab suci itu sudah
berusia ribuan tahun, isinya tidak berubah. Berbeda dengan kitab suci
umat Kristiani, Kita Perjanjian Lama isinya berbeda dengan Kitab
Perjanjian Baru, padahal dalam ajaran Kristen disebutkan bahwa Tuhan
mengatkan "Jangan mengubah kata-kata ku kecuali aku perintahkan kalian
mengubahnya."<br />
"Kristen memiliki 10 ajaran suci. Salah satunya adalah dilarang
membunuh manusia. Tapi ketika orang-orang Kristen datang ke Amerika
Selatan, mereka membunuh banyak orang Indian karena orang-orang Indian
itu menolak masuk Kristen. Hal yang sama dilakukan orang-orang Kristen
di Afrika," papar Pihan.<br />
"Jadi, bagaimana mereka mengajarkan kita jangan membunuh, jika mereka
sendiri membunuh. Semua itu membuat saya ingin pindah agama. Saya capek
dengan kebohongan ajaran Kristen dan saya menemukan Islam satu-satunya
agama yang memiliki ajaran yang jelas ..."<br />
"Islam membawa kembali kebebasan dalam jiwa saya dan saya bahagia
sejak awal saya masuk Islam. Islam adalah hidup saya. Tanpa Islam saya
bukan apa-apa, dan jika Allah Swt memalingkan wajah-Nya, saya tak mampu
hidup," tandas Pihan. (kw/RtI)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-77149224327371640222012-02-27T06:13:00.000-08:002012-02-27T06:13:20.755-08:00"Islam Menenangkan Hati" Mereka yang Memilih Menjadi Muslim di Swedia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/islam-menenangkan-hati-mereka-yang-memilih-menjadi-muslim-di-swedia"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/helena.jpg" />Dalam
beberapa tahun terakhir, seperti hal di negara-negara Eropa lainnya,
Islam berkembang pesat di Swedia. Selain kedatangan imigran Muslim, juga
banyak warga asli Swedia yang memeluk Islam. Di negeri ini, nama
Muhammad bahkan menjadi nama yang paling populer, sekolah-sekolah untuk
muslim mulai didirikan dan banyak orang Swedia yang kini mulai beralih
ke makanan halal.<br />
Namun tidak semua pihak senang melihat pertumbuhan Islam yang pesat
di Swedia. Khususnya kalangan nasionalis yang dengan segala cara
mendiskreditkan Islam, terutama lewat media massa. Mereka juga membuat
propaganda-propaganda anti-Islam dan anti-Muslim.<br />
Ole, adalah satu orang Swedia yang masuk Islam, dan sekarang
menggunakan nama islami Umar Abdullah. Ia mulai tertarik mempelajari
Islam setelah peristiwa serangan 11 September 2001 di AS.<br />
"Saya terkesima menyaksikan kebrutalan serangan teroris pada 11
September 2001. Media massa berlomba-lomba menegaskan bahwa serangan itu
dilakukan oleh orang-orang Islam yang terinspirasi dari Al-Quran. Saya
jadi bertanya-tanya, buku macam apa yang membuat orang melakukan
kekerasan semacam itu," kata Umar yang sebelumnya seorang ateis.<br />
Terdorong rasa ingin tahu, ia pergi ke perpustakaan dan mencari
Al-Quran. Ia membaca ayat-ayat dalam Al-Quran yang justru membuat Umar
sadar bahwa media massa telah berbohong.<br />
"Alih-alih menemukan hasutan agar orang melakukan kekerasan. Saya
menemukan pesan cinta, perdamaian dan rahmat dalam Al-Quran. Kalimat
pertama 'dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang'
membuktikannya," tutur Umar.<br />
"Saya senang telah menemukan kebenaran, tapi pada saat yang sama saya
marah karena selama bertahun-tahun saya tertipu oleh pemberitaan media
massa tentang Islam dan Muslim," sambungnya.<br />
Setelah membaca isi Al-Quran, Umar lalu mengunjungi sebuah masjid
kecil di Stockholm. Di sana ia belajar agama Islam dan di masjid itu
pula ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah menjadi seorang
muslim, Umar memiliki saudara-saudara baru yang seiman, mereka berasal
dari berbagai negara dan latar belakang.<br />
Berdasarkan pengalamannya, Umar Abdullah berpesan agar non-Muslim
jangan terlalu percaya dengan pemberitaan negatif media massa Barat
tentang Islam dan Muslim. Ia menyarankan, untuk mengetahui kebenaran
tentang Islam dan Muslim, sebaiknya seseorang membaca sendiri isi
Al-Quran.<br />
Selain Umar, ada Cecilia, perempuan Swedia yang mengenal Islam dari
teman sekelasnya. Ceritanya berawal saat orang tua Cecilia memaksanya
untuk mengambil pelajaran tambahan bahasa Jerman. Di kelas bahasa
Jerman, Cecilia bertemu dengan seorang muslimah asal Somalia bernama
Shahrin.<br />
Shahrin sangat menarik perhatian Cecilia, karena gadis Somalia itu
selalu terlihat sedang membaca buku. Bahkan di jam istirahat, Cecilia
melihat Shahrin tak lepas dari buka bacaan. "Buat saya, Shahri sangat
menakjubkan. Bagaimana bisa seseorang punya minat baca yang begitu
tinggi," ujar Cecilia.<br />
Ia lalu berkenalan dengan Shahrin dan Cecilia baru tahu kalau Shahrin
adalah seorang muslim. Ketika ditanya mengapa Shahrin selalu membaca
buku, Shahrin menjawab bahwa mencari ilmu pengetahuan adalah kewajibab
seorang muslim dan ia mencari ilmu dengan cara banyak membaca.<br />
Cecilia banyak berdiskusi tentang agama dengan Shahrin, yang membuka
mata Cecilia tentang ajaran Islam. Sejak itu, Cecilia mulai bergaul
dengan muslimah lainnya di sekolah. Ia banyak bertanya tentang Islam
pada teman-teman muslimnya itu.<br />
Cecilia mengaku terpesona dengan ajaran Islam, dengan doktrin yang
sederhana dan konsep monoteisme yang mendalam. Ia melihat agama Islam
memberikan jalan keluar semua masalah dalam kehidupan manusia.<br />
Meski tertarik dengan Islam, Cecilia belum berani memutuskan untuk
masuk Islam. Ia melihat kecenderungan masyarakat Swedia yang masih
berprasangka buruk terhadap Islam dan Muslim. Cecilia juga mengaku
khawatir dengan reaksi orang lain jika ia memutuskan menjadi seorang
muslim.<br />
Ketua Dewan Islam Swedia, Helena Benaouoda mengungkapkan, secara umum
minat masyarakat Swedia terhadap Islam makin besar. "Banyak yang datang
ke pusat informasi kami dan bertanya banyak hal tentang Islam. Bahkan
mereka yang menyebut diri mereka ateis dan sedang mencari makna hidup
secara spiritual, banyak yang tertarik dengan agama Islam," ujar Helena
yang juga seorang mualaf.<br />
Data statistik resmi pemerintah Swedia menunjukkan terdapat 400.000
Muslim di Swedia, 5000 orang diantaranya adalah orang Swedia asli.
Helena mengatakan, jumlah Muslim di negerinya kemungkinan lebih besar
dari data yang dimiliki negara. (kw/IN)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-18683001240098336902012-02-27T06:12:00.000-08:002012-02-27T06:12:12.927-08:00Cherniyenko, Mengenalkan Nilai-Nilai Islam Sebagai Solusi Masalah Sosial Rusia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/taras-cherniyenko-mengenalkan-nilai-nilai-islam-sebagai-solusi-masalah-sosial-rusia"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/russiamuslim.jpg" />
Taras Cherniyenko seperti tipikal banker muda Rusia, berpakaian rapi,
berdasi, rambut pendek dan berjanggut tipis. Sambil duduk-duduk di
sebuah cafe di Ulitsa Sretenka, ia menceritakan perjalanan spiritualnya,
dimulai ketika masih remaja sampai akhirnya memeluk agama Islam dan
menggunakan nama islami Abdul Karim.<br />
Sekarang, Cheniyenko menjabat sebagai wakil ketua organisasi tempat
berkumpulnya etnis Rusia yang masuk Islam, National Organization of
Rusian Muslim. Ia dan rekan-rekannya di organisasi itu, ingin
menyebarkan nilai-nilai yang diajarkan Islam--misalnya larangan
mengonsumsi alkohol--pada masyarakat Rusia sebagai solusi untuk
mengatasi berbagai problem yang dihadapi negeri itu.<br />
"Orang bisa bilang bahwa minum vodka atau anggur adalah salah satu
aspek penting dalam budaya Rusia. Tapi, saya bisa menjadi orang Rusia
yang baik tanpa harus minum minuman beralkohol. Sebagian besar problem
sosial di Rusia disebabkan oleh konsumsi alkohol," kata Cherniyenko.<br />
"Jika kita bisa mengenalkan nilai-nilai sosial yang islami pada Rusia, masyarakat dan negara ini akan lebih kuat," sambungnya.<br />
Cherniyenko mengungkapkan, kebanyakan orang Rusia ingin tahu ketika
ia mengatakan bahwa dirinya seorang muslim. "Banyak diantara mereka
bertanya, mengapa saya pindah agama. Pertanyaan itu bukan karena mereka
kasar, tapi karena mereka ingin tahu," ujarnya.<br />
Banker muda itu lalu bercerita bahwa ia tumbuh dalam lingkungan yang
liberal di Petersburg. "Ibu saya mendorong saya dalam hal pendidikan,
termasuk mempelajari berbagai budaya dan agama. Saya pernah belajar
kitab Taurat dalam bahasa Ibrani, belajar Gospel dalam bahasa Yunani dan
sedikit belajar teks-teks agama Hindu," tutur Cherniyenko.<br />
Karena belajar banyak agama itulah yang menuntun Cherniyenko
melakukan pencarian terhadap keyakinan yang sesuai dengan
interpretasinya. "Saya mencari sebuah keyakinan yang tidak menolak
Yesus atau menyembahnya sebagai tuhan, sebuah keyakinan yang mengakui
yesus adalah seorang manusia, yang suci dan tanpa dosa, tapi ia tetap
manusia. Itulah yang menuntun saya pada agama Islam," papar Cherniyenko.<br />
Menurutnya, National Organization of Rusian Muslim saat ini memiliki
anggota sekira 2.000 orang dari 20 wilayah di seluruh Rusia. Jumlah
Muslim di Rusia sekarang kira-kira 19 juta jiwa, yang menjadikan agama
Islam sebagai agama kedua terbesar di Rusia setelah Kristen Ortodok.<br />
Cherniyenko mengungkapkan, spiritualitas yang mengikat erat antar
anggota organisasi National Organization of Rusian Muslim. "Setiap hari
saya berdoa untuk ibu saya, keluarga, dan untuk perdamaian serta
kesejahteraan komunitas Muslim," tukasnya. (kw/themoscowtime)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-8218860453120063822012-02-27T06:11:00.003-08:002012-02-27T06:11:27.677-08:00Perjalanan Perempuan Afrika Selatan Menemukan Cahaya Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/alunan-ayat-suci-al-quran-membuat-perempuan-afrika-selatan-itu-masuk-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/fatimali.jpg" />Nozibele
Phylis Mali, perempuan kelahiran Transkei--bekas wilayah apartheid di
Afrika Selatan--datang ke Cape Town pada tahun 1991 untuk mencari
pekerjaan. Allah menganugerahkannya cahaya Islam ketika ia bekerja
sebagai pembantu rumah tangga di rumah Mehrunisa Dawood, sebuah keluarga
muslim.<br />
Saat itu tahun 1995, Mali seperti biasanya melakukan tugas rutinnya
di rumah keluarga Dawood. Saat sibuk menyapu lantai, ia mendengar suara
anak lelaki keluarga itu yang bernama Shafeeq sedang melantunkan hapalan
Al-Qurannya. Seketika Mali terpesona mendengarnya. Ia tidak paham
artinya, tapi lantuanan ayat Al-Quran itu membuatnya merasa aneh dan
ingin tahu. Diam-diam ia memperhatikan Shafeeq yang sedang duduk khidmat
membaca kitab suci Al-Quran di hadapannya.<br />
"Mengapa anak ini duduk seperti itu?" tanya Mali dalam hati. Bagi
Mali pemandangan yang ia lihat sungguh indah. Keindahan yang memicu rasa
ingin tahunya. Ia bertanya-tanya lagi dalam hati, "Apa yang sedang
dilakukan Shafeeq? Mengapa aku begitu terpesona dengan suara yang
mengalun begitu merdu?"<br />
Sejak itu, jiwa dan pikiran Mali selalu teringat dengan apa yang ia
lihat dan ia dengar hari itu. Mali kagum melihat seorang anak yang
dengan khidmat membaca Al-Quran. Ia tidak tahu apa itu Quran. Ia juga
tidak tahu soal agama Islam. Tapi ketika ia melihat seorang anak membaca
Quran, dan mendengar ayat-ayat suci yang dilantunkannya, Mali mengakui
ada sebuah kekuatan yang besar yang meyakinkannya pada sebuah kebenaran.<br />
"Bacaan yang dilantukannya itu datang dari dalam hati," ujar Mali yang mulai tersentuh dengan bacaan Al-Quran.<br />
Tapi sebenarnya, bukan cuma bacaan Al-Quran Shafeeq yang membuat hati
Mali tersentuh. Ia juga mengagumi Mehrunisa Dawood sebagai seorang
perempuan yang murah senyum. "Perempuan ini, setiap pagi saat saya
datang, wajahnya selalu dihiasi senyum," kata Mali, bahkan ketika ia
melakukan kesalahan saat bekerja, majikan perempuannya itu tetap
bersikap baik, sehingga Mali tak khawatir kemungkinan akan mendapat
hukuman karena melakukan kesalahan saat bekerja.<br />
Mali menceritakan, sikap dan perlakuan Mehrunisa Dawood sangat
berbeda dengan sikap majikannya terdahulu, meski sama-sama Muslim. Di
keluraga Mehrunisa, Mali tidak merasa diperlakukan semata-mata hanya
sebagai pembantu atau antara majikan dengan pekerjanya. Tapi ia
merasakan hubungan yang lebih hangat dan kekeluargaan. Ini yang membuat
Mali merasa bahagia bahkan terharu.<br />
Suatu siang, Mali memperhatikan Mehrunisa yang sedang berwudu lalu
salat dengan mengenakan baju panjang dan jilbab. Saat itu, Mali belum
tahu soal wudu dan keheranan melihat apa yang dilakukan majikan
perempuannya. Mali ingin bertanya tapi agak takut. Semakin lama ia
memperhatikan kebiasaan keluarga Mehrunisa, pertanyaan dalam kepalanya
makin menggunung.<br />
Mehrunisa ternyata merasakan keingintahuan Mali. Ia tahu, Mali yang
lahir dari keluarga Gereja Metodis, sedang membutuhkan bimbingan
spiritual. Mehrunisa lalu mengajak Mali diskusi soal agama, gereja dan
keyakinan agama Mali. Pembicaraan itu tidak membuat Mali puas. Mehrunisa
menasehati Mali untuk berdoa.<br />
"Saat kamu keluar dari pintu ini, katakanlah pada Tuhan 'Oh, Tuhan,
tolonglah aku, tunjukan aku kebenaran'. Bacalah doa itu saat kamu
berjalan sampai tiba di rumahmu, dan Tuhan akan menunjukkan jalan
bagimu, " ujar Mali menirukan perkataan Mehrunisaa ketika itu.<br />
Beberapa bulan kemudian, Mehrunisa mengajak Mali ke kantor Gerakan
Dakwah Islam. Seorang imam di kantor tersebut menjelaskan tentang Islam
pada Mali yang tanpa menunda-nunda waktu lagi memutuskan untuk memeluk
Islam. Saat itu tahun 2005, momen saat Mali mengucapkan dua kalimat
syahadat menjadi momen yang mengharukan. Setelah resmi masuk Islam, Mali
menggunakan nama Islami Fatima.<br />
Setelah masuk Islam, Fatima Mali merasakan perubahan yang lebih dalam
kehidupannya. Ia yang biasanya hanya memikirkan kebutuhannya sendiri,
menjadi lebih peka pada orang lain yang membutuhkan. Tapi, ia juga harus
menerima kenyataan pahit tidak semua orang senang dengan pilihannya
menjadi seorang muslim.<br />
Selama bekerja di Cape Town, Fatima hidup menumpang di rumah saudara
lelakinya bernama Douglas. Saudara lelakinya itu tidak pernah
mempermasalahkan perpindahan agama Fatimah dan tetap bersedia menampung
Fatima di rumahnya. Yang menjadi batu sandungan adalah istri Douglas,
yang tidak menentang keislaman Fatima dan secara terbuka menunjukkan
kebenciannya pada Fatima.<br />
Meski hidupnya makin berat karena sikap iparnya itu, Fatima berusaha
sabar dan bertahan. Tapi lama kelamaan, Fatima tak kuat menghadapi sikap
iparnya dan memilih meninggalkan rumah. Ia kemudian menumpang di rumah
seorang teman perempuannya yang muslim, bernama Nadia. Di lingkungannya
yang baru, Fatima bersama Nadia membantu seorang tetangga dan dua
anaknya yang terlantar karena ibunya seorang pemabuk. Ayah dua anak itu
sangat terkesan dengan sikap Fatima dan Nadia dan membuatnya memutuskan
masuk Islam, dengan mengajak dua anaknya. Fatima merasa bahagia. Ia
merasa itulah pertama kalinya ia melakukan hal baik sejak ia masuk
Islam. (kw/TTI)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-50970530798461517412012-02-27T06:10:00.002-08:002012-02-27T06:10:46.337-08:00Profesor Frankel: 20 Tahun Menuju Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/profesor-frankel-20-tahun-menuju-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/james-frankel2.jpg" />James
D. Frankel adalah seorang profesor bidang perbandingan agama dan
sekarang mengajar di Universitas Hawai. Di universitas itu, Frankel
juga mengajar mata kuliah tentang Islam dan ia sendiri adalah seorang
mualaf.<br />
Dari kediamannya di Honolulu, Hawai, Profesor Frankel berbagi cerita tentang perjalanannya menjadi seorang muslim.<br />
Sebelum pindah ke Hawai dua tahun yang lalu, Frankel menetap di New
York, kota tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Frankel tumbuh dalam
lingkungan keluarga bahagia. Orang tuanya tidak menerapkan ajaran agama
tertentu dan hanya menanamkan nilai-nilai moral, meski sebenarnya
keluarga Frankel memiliki latar belakang Yahudi.<br />
Satu-satunya koneksi yang pernah menghubungkannya dengan soal agama
adalah nenek dari pihak ayahnya, yang masih menjalankan ajaran-ajaran
agama Yahudi. Dari neneknya itulah, Frankel belajar sedikit tentang
kisah-kisah dalam alkitab dan kisah-kisah nabi.<br />
Orang tua Frankel pernah mengirimnya ke sekolah Yahudi agar Frankel
bisa belajar banyak tentang agama Yahudi. Tapi itu tidak berlangsung
lama karena Frankel merasa tidak nyaman di sekolah itu, dan sebenarnya
ia dikeluarkan dari sekolah karena terlalu banyak bertanya.<br />
"Mungkin itu sudah karakter saya. Sampai sekarang, sebagai seorang
muslim dan seorang prfesor, saya tetap jadi orang yang banyak tanya,"
ujar Frankel.<br />
Jadilah ia tumbuh remaja tanpa basis ajaran agaman apapun. Di usia
remaja, Frankel punya dua pengalaman yang menurutnya menjadi pengalaman
hidup yang penting. Pada usia 13 tahun, Frankel membaca manifesto Karl
Marx dan ketika itu ia memutuskan untuk menjadi seorang komunis. Ia
terkesan dengan filosofi komunis yang menurutnya bisa menyejahterakan
semua orang.<br />
Pada usia itu juga, Frankel merasa untuk pertama kalinya mulai
mendengar tentang agama Islam. Karena sekolah di sekolah internasional,
Frankel punya teman dari berbagai negara. Salah satu teman baik Frankel
saat itu seorang siswa muslim asal Pakistan. Temannya itu memberikan
Al-Quran dan ingin Frankel membacanya. <br />
"Saya tidak mau kamu masuk neraka," ujar Frankel menirukan ucapan temannya saat memberikan Al-Quran.<br />
Frankel mengatakan, selama hidupnya ia tidak pernah memikirkan soal
neraka. Ia hanya menerima Al-Quran itu dan menyimpannya di rak buku
selama bertahun-tahun. Frankel tidak pernah membuka-bukanya.<br />
Beberapa tahun kemudian, Frankel menjadi ragu dengan komunisme yang
dianutnya setelah melihat bagaimana prinsip komunisme di praktekkan di
banyak negara. Ia lalu memutuskan untuk tidak lagi menjadi seorang
komunis.<br />
Frankel mengungkapkan, sejak kecil sebenarnya ia sudah memikirkan
tentang apa makna hidup ini sesungguhnya; mengapa ia ada di dunia ini,
kemana ia akan menuju dan mengapa ada orang yang menderita. Tapi
pikiran-pikiran hanya mengendap di kepalanya, hingga beranjak dewasa dan
kuliah, Frankel hanya memfokuskan aktivitasnya pada belajar. Hingga ia
mengalami hal yang akan membawa perubahan padanya, kematian nenek dimana
Frankel pernah belajar tentang Alkitab dan kisah nabi-nabi.<br />
<strong>Kematian Nenek yang Mendadak</strong><br />
Pengalaman ini menggetarkan hati Frankel. Betapa tidak, sehari
sebelum ia menerima kabar kematian sang nenek, Frankel dan neneknya
sempat menikmati makam malam. Waktu itu, Frankel masih mahasiswa dan
tinggal di Washington DS, ia mendapat kejutan berupa kunjungan nenek,
bibi dan seorang sepupunya.<br />
Frankel menghabiskan waktu sepanjang sore berbincang-bincang dengan
neneknya. Frankel menceritakan keinginannya untuk pindah kuliah dan
memperdalam studi tentang China. Malamnya, Frankel, nenek, bibi dan
sepupunya pergi keluar untuk makam malam. Frankel tidak melihat
tanda-tanda bahwa itulah malam terakhir ia bertemu dengan neneknya.
Setelah makan malam, Frankel diantar pulang ke asrama.<br />
Pagi dinihari, Frankel dikejutkan oleh dering telepon dari sepupunya,
mengabarkan bahwa nenek meninggal dunia. Franke kaget dan tak percaya.
Sepupunya bilang, nenek terkena serangan jantung saat tidur. Frankel
langsung terbayang kembali pertemuan dengan neneknya semalam, ia tak
menyangka neneknya akan "pergi" secepat ini.<br />
Frankel pulang ke New York untuk menghadiri pemakaman neneknya.
Pemakaman dilakukan dengan tradisi Yahudi. Pada Rabbi yang memimpin
pemakaman, Frankel menanyakan tentang tradisi yang dilakukan keluarga
Yahudi saat salah satu anggota keluarga meninggal dunia. Ia menanyakan,
mengapa saat pemakaman, Rabbi mengatakan bahwa nenek sudah diambil
kembali oleh Tuhan.<br />
"Lalu dimana nenek sekarang? Setelah diambil Tuhan, kemana nenek
pergi? kemana kita juga akan pergi, dan mengapa kita ada di dunia ini,"
tanya Frankel pada Rabbi ketika itu.<br />
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, sang Rabbi, ungkap Frankel, melihat
jam tangannya dan berkata, "Saya harus pergi" tanpa memedulikan betapa
marahnya Frankel mengalami hal semacam itu, pertanyaan-pertanyaannya
sama sekali tak dijawab.<br />
<strong>Mencari Kebenaran</strong><br />
Frankel mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya itu.
Saat itu, usia Frankel masih 19 tahun. Ia mengunjungi komunitas Yahudi,
tapi jawaban yang diberikan tidak memuaskannya. Orang-orang Yahudi itu
mengatakan, Tuhan--yang ingin diketahui Frankel--adalah satu-satunya
Tuhan milik orang Yahudi.<br />
Akhirnya, Frankel memutuskan untuk belajar sendiri. Ia mulai membaca
isi Alkitab. Saat berkunjung ke Inggris, ia didekati oleh sejumlah orang
penganut Kristen Evangelis. Tentu saja orang-orang itu ingin menarik
Frankel sebagai penganut Kristen Evangelis, dan Frankel berpikir untuk
mencobanya.<br />
Saat membaca Alkitab, Frankel merasakan cinta yang kuat dan
penghormatan terhadap Yesus. Tapi yang tidak bisa diterimanya, Alkitab
menyuruhnya menerima Yesus sebagai Tuhan dan penyelamatnya. Bagi
Frankel, Yesus tidak lebih seperti kakak kesayangan atau seperti seorang
guru. Lagi-lagi Frankel merasa tidak menemukan jawaban yang memuaskan
atas pertanyaan-pertanyaannya tentang ketuhanan.<br />
Frankel kembali mempelajari hal-hal lainnya, mulai dari filosofi
agama Budha, filosofi Yunani, Romawi dan sejarah. Tapi semuanya belum
menjawab pertanyaan Frankel. Saat kembali ke New York dari Inggris,
Frankel bertemu dengan beragam pemuka agama. Ia mencoba berdiskusi
dengan mereka soal agama, meski ia sendiri skeptis.<br />
<strong>Interaksi dengan Al-Quran dan Menjadi Muslim</strong><br />
Interaksinya pertama Frankel dengan Quran berawal ketika ia bertemu
dengan para aktivis Nation of Islam. Salah seorang diantara aktivis itu
memberinya salinan Surat Al-Kahf beserta terjemahannya. Frankel membawa
salinan salah satu surah dalam Quran itu ke rumah, dan ia teringat akan
Al-Quran yang pernah diberikan temannya enam tahun yang lalu.<br />
Frankel mulai membaca isi Al-Quran lembar demi lembar. Frankel
merasakan sesuatu yang berbeda dibandingkan ketika ia membaca Alkitab.
Membaca Quran, Frankel merasa Tuhan sedang bicara langsung padanya. Di
satu titik, Frankel pernah sampai meneteskan air mata, merinding, ia
merasa bulu kuduknya berdiri, saat membaca isi Al-Quran.<br />
Januari 1990, Frankel bertemu dengan teman-temannya semasa sekolah
menengah. Mereka minum kopi sambil berbincang menanyakan kabar
masing-masing. Seorang teman yang tahu bahwa dulu Frankel adalah seorang
komunis bertanya, "Apa yang kamu yakini sekarang?" dan spontan Frankel
menjawab, "Yah, saya percaya pada Tuhan. Hanya ada satu Tuhan."<br />
Jawaban itu tentu saja membuat teman-temannya terpana. Mereka
bertanya, darimana Frankel tahu bahwa Tuhan itu satu. Frankel menjawab,
ia tahu dari Al-Quran. Salah seorang temannya yang muslim menanyakan
apakah Frankel membaca Quran, dan oleh sebab itu, Frankel pun harus
percaya bahwa Quran adalah pesan-pesan Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Frankel menjawab "ya", ia percaya Muhammad utusan Allah.
Temannya lalu mengatakan, maka Frankel sudah menjadi seorang muslim.<br />
Frankel hanya tertawa mendengar perkataan temannya yang asal Pakistan
itu. "Saya seorang muslim? Kamu yang muslim, kamu dari Pakistan. Saya
cuma orang yang percaya pada Tuhan," tukas Frankel.<br />
Tapi temannya bersikeras, "Tidak, kamu adalah seorang muslim. Kamu
percaya tidak ada Tuhan selain Tuhan yang satu dan percaya bahwa
Muhammad adalah utusan Allah. Maka, kamu adalah seorang muslim."<br />
Frankel syok mendengar perkataan sahabatnya itu.<br />
Selama beberapa hari kemudian, ia memikirkannya. Frankel memutuskan
untuk menelpon Mansour, teman yang dulu memberinya Al-Quran. Mansour
kuliah di Pennsylvania dan bekerja di Asosiasi Mahasiswa Muslim di sana.
Frankel meminta Mansour mengirimkan literatur-literatur tentang Islam
dan persyaratan untuk menjadi seorang muslim. <br />
Mansour mengiriminya sekira dua buku.<br />
Dari buku-buku itu, Frankel membaca tentang rukum Islam, bagaimana caranya salat, wudu dan ucapan dua kalimat syahadat.<br />
Frankel mulai mempraktekkan salat diam-diam di kamarnya--karena waktu
itu ia sudah tinggal lagi dengan orang tuanya--bahkan untuk pertama
kalinya ia ikut berpuasa di bulan Ramadan. Kondisi itu berlangsung
hampir 8 bulan, dan itulah kehidupan pertamanya sebagai muslim.<br />
Frankel tak bisa menyembunyikan keinginannya lagi. Ia menceritakan
semua pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi seorang muslim. Ibunya
bereaksi keras, menangis dan menanyakan mengapa semua ini bisa terjadi.<br />
Hubungan Frankel dengan kedua orang tuanya jadi kaku. Frankel mencoba
meyakinkan ayah ibunya bahwa ia menjadi mahasiswa dan manusia yang
lebih baik setelah memeluk Islam.<br />
"Alhamdulillah, kedua orang tua saya akhirnya menerima keislaman
saya. Buat saya, ini adalah perjalanan selama hampir 20 tahun dan hanya
Allah yang tahu, bagaimana dan kemana semua ini akan berakhir," ujar
Frankel.<br />
"Maka pesan saya bagi para mualaf maupun mereka yang sudah lama
menjadi muslim, untuk selalu bersabar dan lihatlah kejutan yang akan
diberikan Allah pada kita, bukan dengan ketakutan tapi dengan cinta dan
harapan," tukas Frankel. (kw/oi)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-76215638999049262232012-02-27T06:09:00.004-08:002012-02-27T06:09:46.526-08:00Leslie Carter: Hari Itu ke Islamic Center, Hari Itu Pula Ia Bersyahadat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
Rabu, 07/09/2011 13:42 WIB | <a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/arc/">Arsip</a> | <a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/leslie-carter-hari-itu-ke-islamic-center-hari-itu-pula-ia-bersyahadat">Cetak</a></div>
</div>
<div id="isi">
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/lesliecarter.jpg" />Sejak
usia remaja, Leslie Carter sudah menyimpan banyak pertanyaan tentang
ajaran Kristen yang dianutnya, terutama "tradisi" pengakuan dosa. Ia
merasa tidak nyaman ketika harus masuk ke sebuah ruangan sempit dan
menceritakan tentang dosa-dosanya pada seorang pendeta, lalu pendeta itu
mengatakan begini dan begitu, kemudian ia dengan mudahnya mengampuni
dosa.<br />
"Saya kira, dosa-dosa saya seharusnya adalah urusan saya sendiri dengan Tuhan" kata Carter.<br />
Perempuan asal Irlandia itu baru masuk Islam sekira tiga tahun yang
lalu, karena menikah dengan seorang pria muslim. Awalnya, Carter dan
suaminya cuma saling kenal saja dan tidak pernah membicarakan agama
masing-masing. Lelaki muslim--yang sekarang menjadi suaminya--itu pergi
ke masjid, Carter tetap ke gereja.<br />
"Ia merayakan Idul Fitri, saya merayakan Natal. Pokoknya, tidak ada pembicaraan soal agama," ujar Carter.<br />
Carter mengaku mulai banyak bertanya tentang Islam, ketika ia
perlahan-lahan mulai menjauh dari ajaran Kristen. Carter mulai membaca
buku-buku tentang hak-hak perempuan dalam Islam, bagaimana pandangan
Islam tentang Yesus dan dari buku-buku itu Carter merasa
pertanyaan-pertanyaannya di masa remaja tentang ajaran Kristen, terjawab
oleh agama Islam.<br />
Meski demikian Carter menyatakan ia tidak pernah merencanakan untuk
masuk Islam. Semuanya terjadi begitu saja, spontan. Hari itu, Carter tak
pernah menyangka akan menjadi seorang muslim. Di hari Carter masuk
Islam, lelaki yang menjadi suaminya sekarang hendak ke Islamic Center
untuk menunaikan salat. Carter yang tadinya berencana ke pasar, akhirnya
ikut dengannya dan menjumpai seorang teman perempuannya yang bekerja di
Islamic Center tersebut.<br />
"Saya benar-benar tidak punya rencana untuk menjadi seorang muslim
pada hari itu. Saya selalu mengatakan, mungkin saya akan masukk Islam
sepuluh tahun kemudian atau apapun. Tapi ketika saya berada di sana
(Islamic Center) dan mendengar lantunan azan, saya mulai menangis.
Seperti ada cahaya atau sesuatu dalam hati saya. Dan saya tahu, saya
tidak bisa meninggalkan masjid tanpa mendeklarasikan keimanan saya,"
tutur Carter mengungkapkan kisahnya saat masuk Islam.<br />
Hari itu juga, Carter mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi
menjadi seorang muslimah. Ditanya soal perbandingan ajaran Kristen dan
Islam, Carter mengakui bahwa banyak ajaran kedua agama itu yang serupa.
Perbedaan yang paling besar, menurut Carter, pada konsep Trinitas dan
pengakuan dosa yang ada dalam ajaran Kristen.<br />
Sebagai orang Irlandia, Carter berusaha membedakan antara latar
belakang kebangsaannya dengan agama Islam yang dianutnya. "Saya selalu
menganggap diri saya sebagai orang Irlandia tulen, tapi yang memeluk
agama Islam. Antara latar belakang kebangsaan dan agama tidak bisa
disatukan, karena saya melihat beragam bangsa yang memasukkan unsur
budayanya ke dalam agama," jelas Carter.<br />
Setelah menjadi muslim, Carter mengaku tidak selalu mengenakan
jilbab, tapi ia selalu menghindari pakaian yang terbuka dan ketat.
Sekarang ia bekerja di departemen perempuan di Islamic Cultural Center
di Irlandia, yang dibangun dan didanai oleh Yayasan Al-Maktoum dari
Dubai.<br />
Carter tidak pernyah menyangka, akhirnya ia akan menjadi seorang
muslimah. Sejak masa remaja, yang sering ia dengar adalah
perkataan-perkataan bernuansa rasial terhadap komunitas Muslim. Sekarang
ia paham, bahwa orang-orang yang mencela Islam karena kuran pendidikan,
kurang moralitasnya dan kurang penghormatannya pada kelompok masyarakat
lain.<br />
Sekarang, kata Carter, banyak orang yang datang ke Islamic Center
tempatnya bekerja, hanya untuk meminta Al-Quran. "Al-Quran itu untuk
mengklarifikasi apa yang tidak mereka tahu selama ini," ujar Carter.<br />
Pasca serangan 11 September 2001 di AS, di Irlandia sempat muncul
gelombang kecurigaan dan kebencian terhadap muslim. "Tapi banyak juga
orang yang akhirnya berpaling ke Islam, mereka masuk Islam. Mereka yang
belum masuk Islam melihat begitu banyak orang yang masuk Islam dan
berpikir, 'Pasti ada sesuatu yang indah sehingga banyak orang yang
pindah agama (Islam)," papar Carter. Irlandia bukan negara yang sangat
luas, tapi di negeri itu tercatat terdapat 23.000 orang yang masuk
Islam.<br />
Di rumah, Carter berusaha menanamkan gaya hidup islami pada putrinya
sejak usia dini. Sekarang, putrinya yang masih berusia lima tahun, saat
menonton tv dan melihat perempuan yang mengenakan busana agak terbuka,
ia langsung berteriak "Haram, ganti saluran tivi-nya!".<br />
Putri kecil Carter juga tidak suka mengenakan baju yang panjangnya di
atas dengkul. Ia lebih suka mengenakan gaun panjang yang menutup
kakinya. "Begitulah dia, dan cara telah ia pilih," kata Carter tentang
putrinya. (kw/oi)<br />
</div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-3079288049140251672012-02-27T06:09:00.000-08:002012-02-27T06:09:02.736-08:00Atlet Cricket Pakistan: Prestasinya Makin Bersinar Setelah Masuk Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /></div>
</div>
Sejak
masuk Islam pada tahun 2005, karir Mohammad Yousuf sebagai atlet
cricket Pakistan semakin bersinar. Ia pernah memecahkan rekor dalam
mencetak skor dalam setahun musim pertandingan. Atlet yang sebelumnya
memeluk agama Kristen mengakui bahwa agama barunya memberinya spirit
baru dan memberikan ketenangan dalam hidupnya.<br />
Lelaki yang sekarang berusia 37 tahun itu mengatakan, keyakinannya
akan pertolongan Allah Swt. yang menjadi katalis kesuksesannya di cabang
olahraga cricket, dan mampu mengangkat citra tim nasional Pakistan.<br />
"Hanya dengan pertolongan Allah saya bisa mencapai ini semua," ujar lelaki bersuara lembut itu<br />
Banyak yang memberikan dukungan pada Yousuf--sebelumnya bernama
Yousuf Youhana--saat ia memutuskan mengucapkan dua kalimat syahadat.<br />
Yousuf merasa Allah Swt. memudahkan karirnya di cabang olahraga ini,
karena setelah menjadi seorang muslim, Yousuf banyak mencetak skor yang
membawa kemenangan bagi tim cricket Pakistan. "Perpindahan agama saya
telah memberinya kekuatan untuk lebih fokus saat berada di lapangan.
Saya punya uang dan popularitas. Tapi saya selalu merasa gelisah,"
ujarnya.<br />
Ketenangan itu didapatnya setelah ia rutin melaksanakan salat lima
waktu. "Menunaikan salat lima waktu sehari, membuat Anda disiplin dan
kedisplinan itu akan terbawa saat bertanding di lapangan," tukas Yousuf.<br />
Pelatihnya, Bob Woolmer mengakui bahwa agama baru yang dianut Yousuf,
membantunya untuk memperbaiki teknik pukulannya dan membangun kekuatan
mentalnya. "Islam telah membantunya untuk fokus pada ketrampilannya dan
memberik bentuk bagi pola latihannya," kata Woolmer.<br />
"Tak ada keraguan, keislaman Yousuf telah mendorongnya pada sikap
yang lebih tenang dalam menghadapi situasi apapun," sambung Woolmer,
tanpa mengabaikan bahwa Yousuf memang atlet cricket yang berbakat.
(kw/TTT)</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-27215694024838731062012-02-27T06:08:00.000-08:002012-02-27T06:08:17.187-08:00Terkesan Sosok Nabi Muhammad Saw. Janna Masuk Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/terkesan-sosok-nabi-muhammad-saw-janna-masuk-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/jannayunan.jpg" />Suara
azan yang didengarnya pertama meninggalkan kesan yang begitu mendalam
dalam hatinya. Ia tak pernah mengerti apa yang terjadi, tapi sejak itu
ia merasa ada sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia ingin tahu apa makna
semua itu, apa arti kata-kata yang didengarnya saat azan. Dan semua itu
terjawab bertahun-tahun kemudian.<br />
Namanya Janna, orang Yunani asli tapi lahir di Jerman. Keluarganya
adalah penganut agama Kristen ortodok yang sangat taat. Kedua oran
tuanya memastikan semua anak-anaknya, termasuk Janna, dididik dan
dibesarkan dengan ajaran Kristen, dengan cara ortodok yang tradisional.<br />
Keluarga Janna selalu pergi liburan bersama-sama. Ketika berusia
antara 12-13 tahun, Janna dan keluarga besarnya berlibur ke Uni Emirat
Arab. Inilah liburan yang paling berkesan bagi Janna sepanjang hidup.
Siapa kira liburan itu yang kemudian menuntunnya pada Islam. Agama yang
dipeluknya sekarang.<br />
Janna kembali mengingat kembali liburannya ketika itu. Sepekan
pertama, ia dan keluarganya berkeliling Uni Emirat Arab. Suatu hari, di
hari Jumat, mereka sedang dalam perjalanan menuju Pasar Al-Souq.
Tiba-tiba terdengar suara azan dan Janna melihat orang-orang di
sekitarnya langsung menghentikan aktivitasnya. Yang sedang mengendarai
mobil pun berhenti, mengambil sajadah, menggelarnya, lalu menunaikan
salat meski di pinggir jalan.<br />
"Suara azan telah mengubah sesuatu dalam diri saya, subhanallah. Saya
tidak tahu apa itu, tapi setelah itu saya merasa ada perubahan dan
perubahan itu mengendap dalam diri saya. Saya ingin tahu arti kata-kata
dalam azan, apa maknanya," tutur Janna mengingat kembali pengalamannya
ketika pertama kali mendengar azan.<br />
<strong>Takut Kematian</strong><br />
Janna adalah tipikal orang yang sangat takut dengan hal-hal yang
berhubungan dengan kematian. Ia selalu menghindari perbicangan tentang
kematian dan tidak pernah menghadiri acara pemakaman. Tapi semuanya
berubah ketika ia menyaksikan sendiri proses kematian di depan matanya.<br />
"Paman saya menghembuskan napas terakhirnya di hadapan saya.
Pengalaman itu mengubah saya. Saya mulai merasa bahwa kehidupan ini
tidak seperti yang ada dalam pikiran saya. Kita menginvestasikan banyak
tenaga dan waktu untuk banyak hal yang bisa lenyap begitu saja dalam
hitungan detik," tukas Janna.<br />
Tapi setelah menyaksikan proses kematian pamannya, Janna hampir tak
bisa tidur dengan tenang. Ia menjalani masa-masa dimana ia terbangun
tiga kali sepanjang malam, hanya untuk melihat apakah ayah dan ibunya
masih bernapas.<br />
Setelah belajar Islam, Janna tahu apa penyebab ketakutannya pada
hal-hal yang berkaitan dengan kematian. "Saya selalu merasa takut pada
kematian karena saya berpikir bahwa kematian adalah akhir dari
segalanya," ujar Janna. Sedangkan dalam Islam, kematian hanya pemutus
kehidupan di dunia untuk melanjutkan kehidupan yang lebih kekal di
akhirat kelak.<br />
"Ketakutan itu membuat saya makin bersemangat untuk mencari tahu
tentang Islam. Saya sudah mempelajari agama-agama lainnya, tapi saya
belum menemukan kebenaran apapun dalam agama-agama itu atau kebenaran
yang membuat saya benar-benar yakin," tukas Janna.<br />
<strong>Biografi Nabi Muhammad dan Syahadat</strong><br />
Janna merasa benar-benar yakin dengan Islam ketika membaca biografi
Nabi Muhammad Saw, yang mengingatkan nya pada apa yang pernah ia ketahui
dan pernah ia baca tentang Yesus (Nabi Isa).<br />
"Dan saya terus membaca dan membaca. Figur ini (Nabi Muhammad Saw.)
adalah orang yang mulia dengan karakter dan kepribadian yang sangat
mengagumkan, dan saya kira, saya tidak pernah menemukan orang seperti
ini sebelumnya," papar Janna.<br />
Setelah membaca buku biografi itu, Janna yakin bahwa saya harus
menghapus semua yang saya tahu tentang Islam yang selama ini ternyata
salah. Janna lalu memulai kembali pencariannya. Tidak butuh waktu lama
bagi Janna untuk mengetahui bahwa Islam-lah kebenaran itu dan tidak ada
satu agama pun di dunia ini yang bisa menandinginya.<br />
"Ketika saya mulai membaca buku-buku tentang Islam, saya menemukan
semua jawaban yang tidak saya temukan dalam agama saya sendiri," tukas
Janna.<br />
Meski sudah merasa yakin dengan Islam, Janna masih takut untuk
bersyahadat karena ia tahu orang tua dan keluarganya tidak akan pernah
menerima Islam. "Jika mereka tahu tentang hal ini, hidup saya akan
berubah secara dramatis," kata Janna.<br />
Ia lalu bertemu dengan seorang muslimah asal Mesir, bernama Noha di
Jerman. "Noha banyak membantu saya, karena saya berjumpa dengannya tepat
ketika saya mulai berdoa agar saya segera menemukan kebenaran dan
memiliki keberanian atas apa yang sedang saya lakukan," ungkap Janna.<br />
Janna dan Noha sering bertemu dan berdiskusi tentang Islam. Noha
menjelaskan semua hal tentang Islam dan menjawab semua pertanyaan Janna,
karena Janna yakin bahwa agamanya selama ini salah dan ia tidak mau
hidup dalam kesalahan itu.<br />
Sekira satu setengah bulan Janna memikirkan tentang kebenaran yang
diketahuinya. Ia pun memutuskan masuk Islam. Janna mengucapkan dua
kalimat syahadat di asrama mahasiswi di Jerman. Awalnya hanya ada Noha
dan Janna di ruangan, tapi akhirnya banyak mahasiswa yang yang tahu ada
seseorang yang akan masuk Islam, sehingga ruangan akhirnya dipenuhi 20
orang yang menjadi saksi keislaman Janna.<br />
"Alhamdulillah, hari itu, saya mengucapkan syahadat. Saya tidak akan
pernah melupakannya, dan saya tidak akan pernah melupakan pertama kali
saya menunaikan salat," tukas Janna. (kw/oi)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-25017350164651238682012-02-27T06:07:00.000-08:002012-02-27T06:07:09.956-08:00Dibalik Perang Irak, Tentara-Tentara Korea Selatan Masuk Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/dibalik-perang-irak-tentara-tentara-korea-selatan-masuk-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/koreanarmy1.jpg" />
Perang Irak memberi makna lain bagi "Unit Zaitun", nama pasukan Koera
Selatan yang ikut dikirim ke Irak pada tahun 2006 sebagai bagian dari
pasukan koalisi AS. Sebelum berangkat dan ditempatkan di kota Irbil,
kota warga Kurdi di utara Irak, 37 anggota unit ini menyatakan diri
masuk Islam dan bersyahadat di Masjid Hannam-dong, Seoul.<br />
"Saya memutuskan menjadi seorang Muslim, karena saya merasa Islam
sebagai agama yang lebih humanis dan damai dibandingkan agama-agama
lainnya. Kalau kita bisa secara religius berinteraksi dengan warga
lokal, saya pikir ini akan banyak membantu kami menjadi misi damai untuk
melakukan rekonstruksi di Irak," kata Letnan Son Hyeon-ju dari pasukan
khusus Brigade ke-11, salah satu tentara Korea Selatan yang masuk Islam.<br />
Saat itu, pada hari Jumat di bulan Juli 2006, Hyeon-ju beserta 36
tentara Korea Selatan lainnya mengambil wudu, lalu duduk berjajar di
dalam Masjid Hannam-dong. Dengan bimbingan imam masjid, mereka
melafazkan dua kalimat syahadat dan mulai hari itu, para tentara yang
akan diberangkatkan ke Irak itu resmi menjadi muslim.<br />
Militer Korea mungkin tak pernah menyangka kesempatan untuk
mempelajari Islam dan bahasa Arab bagi para tentara, terutama Unit
Zaitun, yang akan dikirim ke Irak, akan membuat puluhan tentaranya masuk
Islam. Pertimbangannya ketika itu, karena mayoritas penduduk kota Irbil
adalah muslim, sedangkan tentara Korea yang akan dikirim adalah
nonmuslim, maka para tentara itu dikirim ke Masjid Hannam-dong untuk
belajar dan memahami tentang Islam dan komunitas Muslim. Ternyata,
sebagian tentara itu malah benar-benar jatuh cinta pada Islam dan
memutuskan untuk memeluk agama Islam.<br />
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/koreanarmy2.jpg" />
Salah seorang anggota pasukan Unit Zaitu dari Divisi ke-11 Angkatan
Bersenjata Korea Selatan, Kopral Paek Seong-uk yang masih berusia 22
tahun mengatakan, "Di kampus, saya mengambil jurusan bahasa Arab dan
setelah membaca isi Al-Quran, saya jadi sangat tertarik pada Islam. Saya
pun memutuskan untuk menjadi seorang muslim selama mengikuti program
yang diselenggarakan Unit Zaitun, sebuah pengalaman religius buat saya."<br />
Kopral Paek Seong-uk dengan antusias mengungkapkan keinginannya jika
sudah sampai di Irak. "Saya ingin ikut serta dalam acara-cara keagamaan
dengan warga lokal, sehingga mereka bisa merasakan rasa persaudaraan.
Saya juga juga ingin memastikan warga lokal bahwa pasukan Korea Selatan
bukan pasukan penjajah, tapi pasukan yang dikerahkan untuk membantu misi
kemanusiaan di Irak," ujar Paek Seong-uk.<br />
Tentara-tentara Korea yang memilih menjadi muslim itu, paham betul
pentingnya homogenitas agama di tengah komunitas Muslim. "Jika agama
Anda sama, Anda tidak akan diperlakukan sebagai orang asing, tapi akan
diperlakukan seperti layaknya warga lokal. Lebih dari itu, Islam
mengajarkan tata cara perang yang beradab. Muslim tidak boleh menyerang
kaum perempuan, bahkan dalam peperangan," kata seorang pejabat militer
Korea Selatan, mengomentari puluhan tentaranya yang masuk Islam.
(kw/chosun.com/TTI)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-42096228173476223942012-02-27T06:05:00.002-08:002012-02-27T06:05:37.000-08:00Monica, Pramugari Asal Jepang yang Jatuh Cinta pada Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/monica-pramugari-asal-jepang-yang-jatuh-cinta-pada-islam"></a></div>
</div>
<div id="isi">
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/luvislamdeh_jpg.jpg" />Monica
tumbuh di tengah keluarga yang harmonis, yang memberinya peluang untuk
sukses baik dalam pendidikan maupun dunia kerja. Sebagai orang Jepang,
Monica juga sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba berteknologi
tinggi. Hampir tak ada masalah dalam hidup Monica, ia benar-benar
menikmati kemudahan hidupnya.<br />
Keluarga Monica adalah keluarga Jepang yang menganut agama Budha.
Tapi sejak kecil ia tidak diberi bekal pendidikan agama yang dianut
keluarganya, dan kedua orangtuanya pun tidak terlalu mempermasalahkan
soal agama pada anak-anaknya.<br />
"Kendati demikian, sejak kecil saya sering bertanya-tanya tentang
alam semesta, keberadaannya dan tentang kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan
itu masih sering menghantui pikiran saya hingga saya berusia 20 tahun,
saat saya menyelesaikan kuliah dan mulai bekerja sebagai pramugari di
sebuah maskapai penerbangan Jepang," tutur Monica.<br />
"Saya berharap menemukan kedaiaman dan sesuatu yang bermakna lewat
pekerjaan saya, tapi saya tetap merasa hidup saya sangat kosong. Seperti
ada sesuatu yang hilang, dan saya hampir putus asa untuk menemukan apa
yang hilang itu," sambung Monica.<br />
Tapi Allah Maha Pengatur segalanya. Tahun 1981 Monica ditakdirkan
untuk bekerja sebagai penerjemah untuk delegasi negara Jepang di sebuah
badan pariwisata di Mesir. Ia bekerja sebagai penerjemah selama satu
tahun. Lewat perkenalan dengan teman-teman barunya selama di Mesir,
Monica mulai mengenal dan mempelajari agama Islam. Setelah masa kerjanya
selesai dan kembali ke tanah airnya, Jepang, Monica bertekad untuk
terus mempelajari Islam dengan harapan mendapat jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang sejak lama menggantung di pikirannya.<br />
Setelah mempelajari Islam, ia menyadari bahwa informasi yang ia
dapatkan tentang Islam selama ini dari sekolah dan televisi, sangat
terbatas dan sudah terdistorsi. "Sama dengan kebanyakan orang Jepang
lainnya yang membaca dan mendengar berita tentang dunia Islam, tidak
lebih hanya berita-berita tentang kekerasan," ujar Monica.<br />
Begitu tiba kembali di Jepang, Monica berkunjung ke Islamic Center di
Tokyo dan meminta Al-Quran yang terjemahannya dalam bahasa Jepang.
Selama tiga tahun, Monica berkunjung ke Islamc Center secara rutin, dan
belajar agama Islam dengan para ulama di Islamic Center itu.<br />
"Seiring dengan berjalannya waktu, pemahaman dan penghargaan saya
terhadap agama Islam makin bertambah. Saya menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan folosofis saya selama bertahun-tahun, pada agama
yang indah ini," imbuhnya.<br />
Monica menyatakan sangat terkesan dengan bagaimana Islam menempatkan
kaum perempuan pada posisi yang mulia. "Bagaimana Islam melindungi dan
menghormati kaum perempuan, baik perasaannya, pemikiran serta persoalan
susila, lebih dari apa yang saya bayangkan selama ini," tukas Monica,
"saya mulai merenung sendiri dan berdoa pada Allah agar memberi petunjuk
pada saya sebuah jalan kebenaran."<br />
Untuk menghayati keberadaan dan kebesaran Allah Swt. Monica kerap
melakukan meditasi, mentadaburi ciptaan-ciptaan Allah mulai dar pohon,
bunga-bunga, hewan, dan bagaimana Allah Swt. dengan sempurna menciptakan
disain kehidupan yang seimbang di bumi ini.<br />
"Dan saya melihat Allah dalam ciptaan-ciptaanya, hati dan kekaguman
saya menuntun saya pada Islam. Saya merasakan cahaya Allah menerangi
hati saya. Kebahagiaan saya membuncah, seiring dengan tumbuhnya rasa
keimanan ini. Saya merasa Allah selalu bersama saya di setiap waktu,"
tukas Monica.<br />
Lagi-lagi Allah membuka jalan bagi Monica untuk lebih mengenal Islam.
Ia kembali bekerja sebagai pramugari maskapai penerbangan yang melayani
rute penerbangan dari dan ke Indonesia selama satu tahun. "Saya
terkesan dengan Muslim Indonesia yang taat dan selalu berusaha
menerapkan apa yang ada dalam Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Teman-teman Indonesia juga banyak membantu saya memahami Islam
lebih baik, sehingga kecintaan saya pada Islam makin besar," ungkap
Monica.<br />
Ia mengaku menghadapi kesulitan dengan keluarganya saat mengetahui
ketertarikan Monica pada Islam. Namun Monica bertekad untuk menjadi
seorang muslimah apapun tantangan yang akan dihadapinya. Ia mulai
menunaikan salat lima waktu dan belajar menghapal Al-Quran agar bisa
menunaikan salat dengan baik dan benar.<br />
Tahun 1991, Monica berkunjung ke Mesir dan mengucapkan dua kalimat
syahadat di Universitas Al-Azhar, Kairo. Di Mesir, ia mendapatkan
pekerjaan, lalu menikah dengan seorang lelaki Mesir. Sekarang, Monica
menetap di Mesir dengan suami dan seorang anak perempuannya bernama
Maryam.<br />
"Alhamdulillah, saya bahagia menjalani kehidupan saya yang sekarang,
dengan agama baru dan keluarga baru yang muslim. Saya tetap menghapal
Al-Quran dan kalau ada waktu senggang, saya dan suami belajar dan
membaca Quran bersama-ssama ..."<br />
"Saya berharap bisa mengajak keluarga saya yang lain untuk masuk
Islam, Insya Allah. Terus terang, pada umumnya, masyarakat Jepang
kehilangan satu komponen penting untuk mencapai kehidupan yang bahagia,
meski secara peradaban mereka adalah masyarakat yang hidup dengan
teknologi serba maju. Saya yakin, banyak diantara mereka yang akan masuk
Islam, jika mereka mendapatkan informasi dan pemahaman yang benar
tentang Islam," tandas Monica. (kw/TTI)<br />
</div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-52629947157017944552012-02-27T06:04:00.001-08:002012-02-27T06:04:19.817-08:00Abdur Raheem Green: "Karena Saya Tak Percaya Tuhan Bisa Mati"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/abdur-raheem-green-karena-saya-tak-percaya-tuhan-bisa-mati"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/green.jpg" />Anthony
Vatswaf Galvin Green mengubah namanya menjadi Abdur Raheem Green
setelah memeluk Islam. Sejak kecil, lelaki kelahiran Dar As-Salam,
Tanzania ini, sering mempertanyakan konsep ajaran Katolik yang
menurutnya banyak yang tak masuk akal, hingga ia menemukan cahaya Islam.<br />
Ibu Green yang asli Polandia dan penganut Katolik Roma yang taat,
membesarkan Green dan anak-anaknya yang lain dengan didikan ala Katolik.
Green bahkan sempat disekolahkan di sebuah keuskupan Katolik Roma di
Yorkshire di utara Inggris.<br />
Hal pertama yang mengusik pikirannya tentang ajaran Katolik adalah
ketika ia mendengar ibunya berdoa dan menyebut "Bunda Maria, ibu dari
Tuhan Yesus". Green merasa aneh dengan doa itu, bagaimana bisa Tuhan
punya ibu? Karena Yesus yang ia kenal selama dalam konsep ajaran Katolik
adalah Tuhan, bukan nabi seperti dalam ajaran Islam.<br />
"Saya duduk dan memikirkan tentang ibu dari tuhan itu. Jika Bunda
Maria adalah ibu dari tuhan (Yesus), ia pastilah lebih juga tuhan yang
lebih baik dari tuhan itu sendiri. Itulah pertanyaan pertama yang muncul
di kepala saya," tutur Green mengenang pengalaman masa kecilnya.<br />
Saat masuk sekolah di keuskupan, Green mulai lebih banyak memikirkan
banyak hal, mempelajarinya dan melakukan riset terhadap ajaran Katolik
yang dianutnya. Salah satunya tentang "kewajiban" pengakuan dosa yang
ditetapkan oleh para pendeta di keuskupannya. Green masih ingat, seluruh
siswa diwajibkan paling tidak sekali setahun untuk melakukan pengakuan
dosa.<br />
"Para pendeta selalu mengatakan, 'kalian harus mengakui semua dosa
kalian, jika tidak mengakui semua dosa, pengakuan di akhir nanti tak ada
gunanya dan tak satu pun dosa kalian yang akan diampuni'," ujar Green
menirukan ucapan para pendeta di sekolahnya dulu.<br />
Buat Green, doktrin pengakuan dosa adalah doktrin aneh dan tidak
lebih dari konspirasi besar untuk mengendalikan orang lain. "Mengapa?
Mengapa saya harus mengakui dosa-dosa saya pada para pendeta itu? Tidak
bisakah saya meminta pada Tuhan saja untuk mengampuni saya? Apalagi
menurut Alkitab Yesus berkata, berdoalah pada Bapak (Tuhan Yesus) untuk
meminta ampunan atas dosa-dosa kita. Jika demikian, mengapa saya harus
datang pada seorang pendeta untuk meminta pengampunan dosa?" papar
Green.<br />
Green merasa ada persoalan besar dalam doktrin Katolik, doktrin inkarnasi dimana tuhan bisa menjelma menjadi manusia.<br />
<strong>Mencari Jawaban</strong><br />
Ketika usia 11 tahun, ayah Green mendapat pekerjaan sebagai Manajer
Umum di Bank Barclays di Kairo. Sejak itu, sampai 10 tahun kemudian,
Mesir menjadi tempat Green menghabiskan liburan sekolah, karena Green
tetap bersekolah di Inggris.<br />
Green selalu menikmati liburannya di Mesir, dan ketika ia kembali ke
Inggris, banyak pertanyaan yang menghantui pikirannya. Doktrin ehidupan
Barat yang ia kenal selama ini, selalu mengukur kebahagiaan hidup dengan
kecukupan dan terpenuhi kebutuhan materi. Membandingkannya dengan
kehidupan masyarakat Muslim di Mesir, Green jadi bertanya-tanya, mengapa
ia harus tinggal di sini (Inggris)? Apa tujuan hidupnya? Untuk alasan
apa manusia ada? Apa arti semua ini? apa artinya cinta? hidup itu untuk
apa?<br />
Green merenungi semua pertanyaan dalam benaknya. Bukan, hidupnya
bukan hanya untuk sekolah, lulus ujian dengan nilai bagus, lalu kuliah,
dapat gelar sarjana, kemudian dapat pekerjaan yang bisa memberikannya
banyak uang. Lalu menikah, punya anak, mengirim mereka ke sekolah
terbaik, dan seterusnya ...<br />
"Tidak, saya tidak percaya hidup hanya untuk melakukan itu semua," tukas Green.<br />
Green termotivasi untuk mencari jawaban sesungguhnya. Ia pun mulai
mencari tahu tentang ajaran agama lain, yang ia pikir bisa memberikan
pandangan dan pemahaman padanya tentang apa hidup itu dan apa tujuan
hidup sebenarnya.<br />
Sebuah peristiwa penting pun terjadi. Selama 10 tahun bolak-balik
berlibur di Mesir, Green hanya mengenal satu orang yang mau ngobrol
dengannya secara terbuka tentang Islam. Suatu hari Green terlibat
perbincangan dengan orang itu, dan ia seperti merasa tinju seorang Mike
Tyson mendarat di mukanya.<br />
Dalam perbicangan selama 40 menit, orang itu akhirnya bertanya pada
Green, "Kamu percaya Yesus itu Tuhan?" Green menjawab, "Ya." Lalu orang
itu bertanya lagi, "Dan kamu percaya Yesus mati di salib?". Green
menjawab, "Ya."<br />
"Jadi kamu percaya Tuhan itu mati," tanya orang itu lagi.<br />
Pertanyaan itu seakan menampar muka Green, dan ia tiba-tiba menyadari
bahwa fakta itu sangat bodoh dan tidak masuk akal, bagaimana Tuhan bisa
mati, mana mungkin manusia bisa membunuh Tuhan. Mendadak Green tersadar
bahwa selama ini ajaran Katolik telah mengindoktrinasinya dengan
doktrin-doktrin yang membuat hidupnya tak nyaman.<br />
Dalam usia muda, antara 19-20 tahun, Green menjalani kehidupannya
sebagai hippis. "Saya berkata pada diri sendiri, lupakan soal agama,
soal spiritualitas, lupakan semuanya. Mungkin hidup itu tidak ada
maknanya, tak ada yang lebih penting dalam hidup kecuali menjadi orang
kaya," ujar Green.<br />
Persoalannya kala itu, Green tidak punya uang banyak. Ia lalu
berpikir untuk mendapatkan uang banyak. Ia berpikir tentang
negara-negara yang dianggapnya kaya dan mudah untuk mendapatkan uang,
mulai dari Inggris, Amerika yang menjadi negeri impian, Jepang si negara
kaya dari hasil kemajuan teknologinya, sampai Arab Saudi yang juga
salah satu negara kaya.<br />
Di titik Arab Saudi, Green mulai berpikir tentang apa agama yang
dianut orang Arab, apa kita suci mereka? Green langsung mengingat
Al-Quran dan ia pun pergi ke sebuah toko buku untuk membeli Al-Quran
yang dilengkap dengan terjemahannya.<br />
"Saya adalah seorang yang bisa membaca dengan cepat. Saya masih ingat
dengan jelas, saat itu saya naik kereta, duduk dekat jendela dan
membaca terjemahan Al-Quran. Saya memandang ke luar jendela sejenak,
lalu membaca lagi. Saya bisa mengatakan inilah momen ketika saya
menyadari dan memercayai bahwa Quran berasal dari Allah Swt," tutur
Green.<br />
Tak sekedar membaca, Green ingin mencoba apa yang diajarkan dalam
Al-Quran. Pulang ke rumah, Green mencoba menunaikan salat meski ia tak
tahu caranya. Ia cuma ingat pernah melihat juru masak keluarganya di
Mesir menunaikan salat, dan Green mencoba meniru gerakan salat yang
pernah dilihatnya itu.<br />
<strong>Menjadi Seorang Muslim</strong><br />
Di hari selanjutnya, Green pergi ke sebuah toko buku yang merupakan
bagian dari sebuah bangunan masjid. Ia melihat buku-buku tentang Nabi
Muhammad dan buku tentang salat. Ketika melihat buku-buku itu Green
berdecak kagum, "Wow, fantastis !"<br />
Seorang lelaki lalu menyapanya, "Maaf, apakah Anda muslim?"<br />
Green lalu menjawab, "Dengar, saya percaya hanya ada satu Tuhan dialah Allah Swt dan saya percaya Muhammad adalah utusan-Nya,"<br />
"Kamu seorang Muslim !" pekik orang tadi<br />
"Terima kasih," jawab Green.<br />
Orang itu lalu berkata lagi, "Ini hampir masuk waktu salat, Kamu mau salat bersama-sama?"<br />
Hari itu hari Jumat, karenanya masjid penuh dengan jamaah yang akan
salat Jumat. Green ikut salat meski masih bingung dan gerakannya banyak
yang salah. Tapi hari itu menjadi hari bersejarah bagi Green, hanya
dalam waktu lima menit, ia mendapatkan banyak saudara baru, yang
bersedia mengajarinya tentang Islam. Ya, hari itu juga, Green secara
resmi mengucapkan dua kalimat syahadat yang menandai kemuslimannya.
(kw/oi)</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-88409871528004324782012-02-27T06:02:00.002-08:002012-02-27T06:02:43.902-08:00Yusuf Motloung: Berawal dari Lembaran Brosur di Tempat Pembuangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/yusuf-ntsane-motloung-berawal-dari-lembaran-brosur-di-tempat-pembuangan"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/to-muslim-men-praying-in-sunlight.jpg" />Meski
latar belakang pendidikan Ntsane Motloung adalah Studi Alkitab dan
pendidikan keagamaan, ia merasa kecewa karena isi Alkitab tidak menjawab
banyak pertanyaan di kepalanya. Untuk bertanya pada gurunya pun
percuma, karena agama Kristen menolak "pemikiran kritis" penganutnya.
Buku-buku teks yang dibacanya pun tidak memberikan jawaban yang
memuaskan.<br />
Di tengah kegamangannya itu, Motloung mulai mencari informasi tentang
agama secara umum. Ketika hampir putus asa mencari informasi yang
diinginkannya, ia menemukan sebuah brosur bertajuk "Is Bible God's
Word?' yang diterbutkan oleh Islamic Propagation Center International
(IPCI) Durban.<br />
Motloung tertarik dengan isi brosur itu dan akhirnya berkorespondensi
dengan IPCI Durban. "Meski beberapa halaman dalam brosur yang saya
temukan hilang, saya masih bisa mengakses dua hal penting; alamat IPCI
Durban dan beberapa informasi di halaman brosur yang masih tersisa
menginspirasi saya dan membuat saya ingin bertanya lebih banyak lagi,"
kata Motloung.<br />
Moutlong makin bersemangat untuk menanyakan banyak hal ke IPCI
Durban, setelah ketua misionarisnya menemukan brosur itu--ketika itu
Motloung sudah bertugas mengajar agama Kristen di sekolah milik
pemerintah sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus
diambilnya--dan sangat marah pada Motloung begitu tahu isi brosur
tersebut, apalagi ia adalah bakal menjadi seorang guru agama Kristen.<br />
Sang ketua misionarisnya dengan nada marah malah mengatakan pada
Motloung bahwa Islam adalah agama yang musyrik karena para penganutnya
menyembah berhala bernama "Allah" dan Nabi Muhammad (Saw.) Namun
Motloung mengabaikan perkataan itu. Ia malah berkorespondensi dengan
IPCI Durban dan meminta dikirimi brosur lebih banyak lagi. Dari
korespondensi dan brosur-brosur dakwah yang dikirim IPCI Durban itulah
Motloung mengenal agama Islam.<br />
"Saya pertama kali tahu banyak tentang agama Islam lewat brosur IPCI
yang saya pungut dari tumpukan bacaan di sebuah tempat pembuangan. Saya
menemukan brosur itu di saat saya benar-benar putus asa mencari sumber
informasi untuk mencari tahu lebih banyak tentang agama secara umum.<br />
Namun ada cerita lain yang akhirnya membuat Motloung memutuskan masuk
Islam, meninggalkan agama Kristen Lutheran yang dianutnya, serta
pekerjaannya sebagai guru agama di sekolah minggu.<br />
"Saya memutuskan masuk Islam setelah seorang muslim menyarankannya
untuk menjadi seorang muslim. Waktu itu, saya kebetulan menumpang mobil
muslim itu ketika akan berkunjung ke salah satu guru saya pada tahun
1986. Saya tidak langsung mengiyakannya, karena tidak ada seorang muslim
pun di kota kami yang bisa menjadi tempat buat saya belajar dan
menjalankan kewajiban-kewajiban saya sebagai muslim," ungkap Motloung.<br />
Selama tiga tahun--dari 1986 sampai 1989--Motloung hanya bisa
membayangkan bahagianya menjadi seorang muslim. Keinginannya untuk
mengucap dua kalimat syahadat tercapai pada tahun 1989, dan ia
menambahkan nama islami Yusuf di depan namanya.<br />
Sampai tahun 1992, Yusuf Ntsane Motloung belajar Islam pada
organisasi Gerakan Dakwah di Durban dan sampai sekarang aktif berdakwah
di pusat-pusat dakwah Gerakan itu, yang ada di sekitar Durban. (kw/TTT)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-18215716593095448052012-02-27T05:59:00.002-08:002012-02-27T05:59:57.166-08:00Abdullah, Keislamannya Menjadi Cahaya Bagi Muslim dan Non-Muslim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/abdullah-keislamannya-menjadi-cahaya-bagi-muslim-dan-non-muslim"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/muslim_soldiers_pray.jpg" />Seorang
mualaf terkadang lebih taat menjalankan ajaran Islam dan memiliki lebih
banyak pengetahuan tentang agama Islam, dibandingkan dengan mereka yang
memang sejak lahir berasal dari keluarga muslim. Itu karena para
mualaf, biasanya lebih sungguh-sungguh dalam mempelajari dan menghayati
ajaran Islam, sehingga bisa memberikan pengaruh positif bagi kehidupan
mereka sendiri, dan orang-orang di sekitarnya. Kehadiran para mualaf
ini, bahkan menjadi cahaya baik bagi komunitas Muslim, maupun
non-Muslim.<br />
Abdullah adalah salah satu dari sekian banyak mualaf di AS.
Pendidikannya hanya sampai sekolah menengah atas, tapi ia pernah
bertugas di kemiliteran AS selama beberapa tahun dimana ia belajar
beberapa ketrampilan teknis. Sekarang, Abdullah mencari nafkah dengan
menjadi tukang memperbaiki mesin fotokopi dan fax.<br />
Tapi yang menarik adalah kisah Abdullah menjadi seorang muslim. Saat
Perang Teluk kedua atau perang Irak yang diawali dengan invasi AS ke
negeri itu, Abdullah masih aktif di dinas kemiliteran AS. Ia ditempatkan
di basis militer AS di Arab Saudi. Suatu hari, Abdullah berbelanja di
sebuah pasar di Saudi. Ia membeli beberapa barang kebutuhan.<br />
Ketika Abdullah akan membayar barang-barang yang dibelinya pada
penjaga toko, tiba-tiba terdengar suara azan dari masjid terdekat.
Penjaga toko berkata, "sudah" sambil mengibaskan tangan dan menolak
mengurus pembayaran Abdullah.<br />
Abdullah menyaksikan bagaimana penjaga toko itu langsung menutup
tokonya dan bergegas ke masjid. Abdullah cuma terbengong-bengong dan
bertanya-tanya dalam hati melihat tingkah si penjaga toko itu, "Kenapa
lelaki ini tidak mau mengambil uang pembayarannya, padahal harganya
sudah disepakati."<br />
Abdullah merasa, seumur hidupnya tidak pernah melihat orang yang
menolak uang. Apalagi dalam bisnis, setiap orang pasti saling
berlomba-lomba mendapatkan uang. "Orang macam apa penjaga toko ini,
agama apa ini yang sangat diprioritaskan penjaga toko ini?" tanya
Abdullah dalam hati.<br />
Pikiran Abdullah dipenuhi dengan rasa ingin tahu. Ia ingin tahu lebih
banyak tentang agama yang dianut penjaga toko itu. Ia lalu membaca
buku-buku tentang Islam selama bertugas di Saudi, dan akhirnya
memutuskan masuk Islam saat kembali ke AS.<br />
Di New York, Abdullah belajar dengan sejumlah ustaz yang mengajarinya
pengetahuan dasar tentang Islam dan mengajarkannya membaca Al-Quran.
Abdullah pun menjadi seorang muslim yang taat dan selalu berusaha
menunaikan salat di masjid. Saat pindah ke Detroit, Abdullah meneruskan
kebiasaannya itu dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid Detroit.<br />
Abdullah kini sudah hapal beberapa surat dalam Al-Quran dan mampu
membaca Al-Quran dengan lantunan suara yang indah. Ia sering ditunjuk
untuk menjadi imam salat dan hapalan Quran-nya terus bertambah setiap
hari. Dalam keseharian hidupnya, Abdullah juga berusaha mencontoh apa
yang biasa dilakukan Rasulullah Saw. sampai cara Rasulullah tidur dengan
posisi menghadap kanan, dan tangan dilipat dibawah kepala.<br />
Suatu hari, ada jamaah masjid yang melihatnya berbaring seperti dan
khawatir kalau Abdullah sakit. Tapi Abdullah menjawab bahwa ia baik-baik
saja, "Beginilah posisi tidur Rasulullah Saw," kata Abdullah menjawab
kekhatiran jamaah tadi.<br />
Abdullah tanpa malu-malu selalu berusaha mempraktekkan apa yang
diajarkan oleh Al-Quran dan hadis. Berkat teladan yang ditampakkannya
sebagai seorang muslim, Abdullah berhasil membuat banyak anggota
keluarganya yang tertarik dengan Islam dan akhirnya memutuskan masuk
Islam. Abdullah juga mengajar dan mendidik anak-anaknya sendiri untuk
menghapal Quran dan membiasakan diri salat ke masjid, meski di kala
Subuh dan dalam kondisi cuaca yang teramat dingin.<br />
Abdullah juga belajar bahasa Arab dengan bimbingan seorang ulama
bernama Dr. Syaikh Ali Suleiman. Kemampuan berbahasa Arab-nya yang baik,
membuatnya mudah menghapal surat-surat Al-Quran. Abdullah juga belajar
tentang hadis, dan sekarang kerap diminta untuk memberikan khutbah
Jumat. Dengan keislamannya, Abdullah menjadi penerang bagi banyak
non-Muslim menuju ke cahaya Islam. (kw/TTT)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-59173676866236420892012-02-27T05:57:00.002-08:002012-02-27T05:57:35.331-08:00Pemela Kara: "Anak Angkat yang Mengantar Saya pada Cahaya Islam"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/pemela-kara-anak-angkat-yang-mengantar-saya-pada-cahaya-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/pamelakara.jpg" />Pamela
Kara, perempuan asal Cleveland, Ohio, AS sudah menjadi seorang muslimah
selama 12 tahun. Kara tidak pernah menyesali pilihannya itu, meski pada
masa awal, ia harus banyak berdebat dengan imam masjid tempat ia
belajar Islam.<br />
"Jika menjadi seorang muslimah adalah satu-satunya hal yang saya
lakukan dalam hidup saya, maka itulah hal terbaik yang telah saya
lakukan sepanjang hidup saya. Saya sama sekali tidak menyesalinya," ujar
Kara mantap.<br />
Kara dibesarkan dalam keluarga penganut agama Kristen Protestan.
Namun ia mengaku tipikal orang yang selalu mencari "sesuatu". "Saya
tidak tahu pasti apa sebenarnya yang cari. Ketika saya dewasa dan
menikah, saya bersiap-siap untuk mengangkat seorang anak dari negara
lain, dari negeri muslim," tutur Kara.<br />
Ia menikah dengan seorang lelaki muslim, namun Kara tetap memeluk
agama Kristen. Ini ia jalani selama 16 tahun pernikahannya. Namun saat
akan mengadopsi seorang anak itulah, Kara mulai tertarik dengan agama
Islam. Sebelumnya, ia sama sekali tidak antusias untuk mengetahui segala
sesuatu tentang Islam.<br />
"Saya akan menjadi ibu, saya harus mempersiapkan diri, dan berpikir
apa yang akan saya ajarkan pada anak angkat saya nanti. Pemikiran inilah
yang membuat saya, untuk yang pertama kalinya, tertarik pada Islam,"
ungkap Kara.<br />
Kara lalu mengikuti semacam kelas belajar agama Islam di sebuah
masjid lokal. Ia masih ingat bagaimana pada suatu hari ia beragurmen
dengan imam masjid soal agama. Kara merasa tidak yakin dengan apa yang
dijelaskan imam tentang agama Islam. Di tengah argumen itu, seorang
lelaki di kelas menanyakan apakah Kara punya Al-Quran. Karena ia
menjawab tidak punya, lelaki itu memberikannya sebuah Al-Quran.<br />
"Saya membaca surat Al-Fatiha, dan rasanya itu sudah cukup. Ketika
membaca surat Fatihah, saya merasa seolah-olah ada suara yang mengatakan
'inilah yang engkau cari. inilah kebenaran itu'," ujar Kara mengingat
saat pertama kali membuka Al-Quran.<br />
Ia mengikuti suara itu, Kara yakin Islam-lah kebenaran yang selama
ini ia cari. Ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat, dan resmi menjadi
seorang muslim. Kara belajar salat dan terus mendalami agama Islam. Ia
tahu bahwa ia tidak akan mundur lagi ke belakang, tapi harus maju ke
depan dengan keislamannya.<br />
"Menjadi seorang muslimah adalah hal terbaik yang pernah saya lakukan sepanjang hidup saya," tukasnya.<br />
Islam banyak mengubah cara hidup Kara. Ia membayangkan jika ia tidak
menjadi seorang muslim, tidak memeluk Islam, tidak punya Al-Quran dan
tidak mengenal Sunnah.<br />
"Kehidupan berubah dan saya bukan lagi orang yang sama. Menjadi
seorang muslim seperti membeli kaca mata baru dan mengenakannya untuk
melihat dunia dengan cara yang benar," ujar Kara.<br />
"Karena kehidupan saya sebelum masuk Islam, adalah kehidupan yang
membuat saya selalu merasa kebingungan. Dibesarkan sebagai orang
Amerika, tanpa memiliki dasar atau budaya tentang kebenaran, membuat
Anda bingung. Ada mencari dari satu situasi ke situasi yang lain, tanpa
rencana dan tak tahu mau kemana," papar Kara.<br />
Keislaman Kara ternyata tidak begitu mendapat sambutan positif dari
keluarga dan teman-temannya. Meski mereka tidak menunjukkan sikap
konfrontasi, namun ada sejumlah anggota keluarga yang tidak mau menegur
Kara lagi. Apalagi setelah Kara mengenakan jilbab.<br />
"Tapi subhanallah, segala sesuatunya berjalan dengan baik. Seiring
berjalannya waktu, jika kita bersabar, orang akan menerima atau
setidaknya membiarkan kita menjadi diri kita sendiri dan melaksanakan
ajaran agama kita. Setelah beberapa lama, semuanya kembali normal. Orang
tua saya sangat baik," tutur Kara.<br />
Sekarang, setelah lebih dari 10 tahun menjadi muslimah, Kara aktif
berdakwah. Ia berpendapat, apapun yang ia lakukan saat keluar rumah
adalah dakwah. Caranya bersikap pada orang lain, cara berbicara, adalah
dakwah.<br />
"Saya tidak pernah merasa dihormati sampai saya menjadi seorang
muslimah dan mengenakan jilbab. Pesan saya pada dunia, pada semua orang,
belilah Al-Quran dan bacalah isinya, pelajari dan cari tahu tentang apa
yang terkandung di dalamnya untuk Anda sendiri. Dengan begitu, mungkin
Allah Swt. akan membuka hati Anda dan menunjukkan kebenaran pada Anda.
Insya Allah," tandas Kara. (kw/oi)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-9133301447731660092012-02-27T05:56:00.000-08:002012-02-27T05:56:39.354-08:00Perjalanan Panjang Seorang Perempuan Yunani Menemukan Jalan Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/perjalanan-panjang-seorang-perempuan-yunani-menemukan-jalan-islam"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/myrto.jpg" />Beragam
pertanyaan muncul dalam benak Myrto, perempuan asal Athena, Yunani,
beberapa menit setelah ia mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai
syarat syahnya ia menjadi seorang muslim.<br />
Myrto masuk Islam pada Agustus 2011. Itu artinya ia benar-benar masih
menjadi seorang mualaf. Walau ia masuk Islam atas kesadaran dan
pilihannya sendiri, Myrto tak bisa memungkiri pertanyaan-pertanyaan yang
muncul di kepalanya.<br />
Apakah syahadat ini membuat saya menjadi seorang muslim? Apa
sebenarnya muslim itu? Mudahkah menjadi seorang muslim? dan apa yang
akan terjadi setelah saya menjadi seorang muslim? Bagaimana jika saya
menyesali pilihan saya ini?<br />
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikiran Myrto, beberapa menit setelah ia bersyahadat.<br />
"Saya butuh waktu 9 tahun untuk meyakini bahwa Tuhan itu aa dan
memilih agama Islam sebagai cara untuk menyembah-Nya," ungkap Myrto
mengawali kisahnya memilih Islam sebagai agamanya.<br />
Ia mengaku telah melewati masa-masa sangat berat dalam hidupnya. Ia
mengalami trauma yang berat saat masih usia anak-anak sampai masa
pubertas dan dewasa, yang membuatnya merasakan kekecewaan yang dalam
hingga ia benar-benar menolak mempercayai bahwa Tuhan itu ada, menolak
kehadiran Tuhan dalam hidupnya.<br />
Myrto juga merasa tidak puas melihat perilaku para pendeta di Yunani.
Tapi ketidakpuasan itu yang lalu mendorongnya untuk mulai membaca
segala hal tentang agama.<br />
"Merasa tersiksa, lelah dan putus asa untuk menemukan semua jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan saya, awalnya saya memilik untuk membaca
berbagai tulisan tentang agama, filsafat, dan sejarah. Saya pikir itu
lebih baik daripada saya mencari jalan keluar dengan mendatangi tukang
ramal, tukang baca kartu tarot, memakai narkoba atau menenggak alkohol,"
ujar Myrto.<br />
Sebagai perempuan yang dibesarkan dengan nilai-nilai tradisional
keluarga Yunani kelas menengah, yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran, kebanggaan diri dan martabat, Myrto merasa tidak perlu
menjadi bagian dari sebuah kelompok agama atau kelompok filsuf untuk
memuaskan kebutuhannya akan kehangatan dan kasih sayang.<br />
"Saya sangat mencintai dan menghormati identas kebudayaan Yunani yang
mengalir dalam darah saya, dan saya tidak mau meniru atau memalsukan
identitas atau kebangsaan yang lain," tukas Myrto.<br />
Namun pengalaman hidupnya yang pahit, membuatnya mulai mempelajari
agama. Yang pertama ia pelajari adalah ajaran Kristen Ortodoks, lalu
beralih ke yudaisme, Budha dan terakhir agama Islam. Saat mengenal dan
mempelajari Islam, perlahan-lahan Myrto mulai meyakini adanya Tuhan.<br />
"Keyakinan saya terus menguat seiring berjalannya waktu. Pada
beberapa titik tertentu, saya mulai mempertanyakan tentang konsep
Trinitas, sebuah konsep yang akhirnya saya temukan jawabannya dalam
agama Islam," tutur Myrto.<br />
Ia melanjutkan, "Yang saya tahu, Islam adalah agama yang dekat dengan
lingkaran wahyu Ilahi. Islam berarti damai dan Muslim berarti orang
yang menyerahkan dirinya pada Tuhan dan hanya pada Tuhan, tanpa
penyesalan atau mencari keuntungan pribadi. 'Allah' bukan sebuah
penemuan baru, itu hanya kata dalam bahasa Arab untuk menyebut Tuhan.
Lambang bulan sabit bukanlah simbol mandi darah dan balas dendam, tetapi
pengingat bahwa orang-orang muslim menghitung waktu berdasarkan bulan,
bukan matahari."<br />
Pada titik pemikiran itu, Myrto merasa dirinya sebagai seorang
penganut agama dan bukan seorang agnostik. Pada saat itu, ia sempat
pindah ke Inggris untuk melanjutkan kuliahnya. Di negara itulah ia
bertemu dengan orang-orang yang ramah dan baik, dan mayoritas orang yang
dijumpainya itu adalah muslim, hingga menikah dengan seorang lelaki
muslim.<br />
"Saya tidak tahu apakah semua itu pertanda. Tapi setelah itu saya
membaca lebih banyak lagi tentang Islam, dan menjadi lebih fokus pada
Islam. Selain membaca, saya menonton film-film dokumenter, menghadiri
ceramah agama Islam, mengunjungi museum-museum Islam dan ikut kursus
belajar agama Islam," papar Myrto.<br />
Lalu pertanyaan itu datang, apakah saya ingin menjadi bagian dari
agama yang memiliki banyak penafsiran yang beragam pada isi kitab
sucinya? apakah saya mau menjadi bagian dari komunitas agama minoritas
di negara saya? dan sederet pertanyaan lainnya yang membuat hatinya
bimbang untuk memutuskan untuk masuk Islam.<br />
Pada suatu waktu, Myrto mengaku pernah kecewa, bukan pada agama
Islamnya atau Al-Quran-nya, tapi pada penganut Islam-nya sendiri. Namun
ia menyadari bahwa ia tidak bisa menyalahkan agama dimana ia menemukan
jawaban atas semua pertanyaannya selama ini tentang Tuhan.<br />
"Saya lalu memutuskan untuk memulai hidup sebagai seorang muslim
untuk beberapa waktu lamanya, untuk melihat bagaimana rasanya dan
melihat apakah hidup sebagai muslim itu berat," ujar Myrto.<br />
Dari situlah ia mengetahui sendiri bahwa Islam bukan agama yang kaku,
yang mengekang orang seperti dalam penjara. Islam mengajarkan umatnya
untuk selalu berbuat kebaikan, menghindari perbuatan buruk, salat
sebanyak yang bisa dilakukan, begitu pula dengan berpuasa, menunjukkan
rasa cinta dan kasih sayang, meningkatkan kemampuan diri dengan belajar
setiap hari, dan berusaha untuk menjadi yang terbaik setiap hari.<br />
"Begitulah kehidupan seorang muslim, dan saya jadi yakin bisa hidup
sebagai seorang muslim. Saya langsung meninggalkan kebiasaan makan
daging babi dan minum minuman beralkohol, dan saya mengenakan jilbab,"
imbuh Myrto.<br />
"Akhirnya, setelah perjalanan yang panjang, saya membulatkan tekad
untuk bersyahadat. Mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah," tandasnya. (kw/nmac)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-48417882221322728082012-02-27T05:55:00.002-08:002012-02-27T05:55:13.568-08:00Aktor Filipina: Dari Balik Jeruji Penjara, Mengenal Islam Hingga Mendirikan Madrasah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/aktor-filipina-mengenal-islam-dari-balik-jeruji-penjara-kini-giat-berdakwah"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/padilla1.jpg" />
"Masa lalu adalah adalah masalah lalu. Saya bukan 'anak kecil' lagi.
Saya sekarang adalah seorang 'lelaki', julukan 'Manusia Jahat' memang
terasa tidak mengenakan, tapi itu bagian dari masa lalu saya," ujar
Robinhood Fernando Carino Padilla, aktor asal Filipina yang pernah
menjadi idola banyak orang di era tahun '90-an lewat film-film laga yang
dibintanginya.<br />
Lebih dikenal dengan nama Robin Padilla, masa lalu lelaki yang lahir
dari keluarga pemeluk Kristen Protestan ini, memang kelam meski hidupnya
sebagai aktor terkenal bergelimang kemewahan. Namun kemewahan dan
popularitas itu yang menjerumuskannya ke dalam dunia malam yang penuh
maksiat. Ia terperangkap dalam kehidupan para preman jalanan dan
obat-obatan terlarang, sehingga membuat popularitasnya sempat menurun.<br />
Aktor yang sempat dijuluki "The Bad Boy of Philippine Action Movies"
karena perannya sebagai anggota gangster berdarah dingin dalam sejumlah
film itu, harus berurusan dengan kepolisian Filipina karena sepak
terjangnya yang sudah dikatagorikan kriminal. Pada tahun 1994, polisi
Filipina menangkapnya dan Padilla dinyatakan bersalah atas dakwaan
kepemilikan senjata api ilegal. Pengadilan memvonisnya 21 tahun penjara,
tapi pada tahun 1998 ia dibebaskan.<br />
Pengalaman selama mendekam di penjara itulah yang mengubah hidup
Padilla. Ia berkenalan dengan Gene Gallopin, seorang muslim dan aktivis
hak asasi manusia untuk masyarakat minoritas Muslim di Filipina. Robin
mulai mengenal Islam dari diskusi-diskusi panjang tentang agama dengan
Gallopin yang juga seorang mualaf, hingga Robin memutuskan untuk masuk
Islam dan menggunakan nama islami Abdul Aziz.<br />
Keislaman aktor Filipina kelahiran Manila, 23 November 1967 ini tidak
banyak diungkap oleh media massa, sehingga banyak para penggemar
Padilla yang terkejut begitu tahu aktor pujaan mereka ternyata sudah
menjadi seorang muslim.<br />
Tak lama setelah Padilla bersyahadat, istrinya bernama Liezl, juga
masuk Islam. Pasangan mualaf yang dikaruniai lima anak itu pun, mulai
menjalani kehidupan sebagai keluarga muslim. Padilla masih melanjutkan
karirnya sebagai seorang aktor, tapi setelah menjadi seorang muslim, ia
juga banyak melakukan kegiatan sosial keagamaan.<br />
Aktivitasnya di bidang keagamaan itu, membuat Padilla berkali-kali
diterpa pemberitaan miring. Ia bahkan dituding punya hubungan dengan
kelompok Abu Sayyaf, kelompok muslim di Filipina yang diidentikan
sebagai kelompok radikal dan teroris. Tapi bagi Padilla, pemberitaan
miring itu merupakan tantangan tersendiri baginya dalam menjalani
kehidupan sebagai muslim di negara yang mayoritas pendudukanya beragama
Katolik.<br />
Padilla juga membentuk sebuah lembaga advokasi untuk membantu
masyarakat Muslim Filipina. Ia pernah ditunjuk sebagai duta Gerakan
Pemberantasan Malaria oleh Departemen Kesehatan Filipina karena kiprah
organisasi Padilla dalam menanggulangi wabah malaria di negeri itu.<br />
Padilla juga berhasil mengumpulkan dana sebesar satu juta peso
Fililpina dalam kegiataan penggalangan dana untuk membangun pemakaman
Muslim di kota Norzagaray, provinsi Bulacan.<br />
<strong>Mendirikan Madrasah</strong><br />
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/padilla2.jpg" />
Di bidang pendidikan, Padilla mewakafkan lahan miliknya di Fairview
Park, Quezon City untuk membangun lembaga pendidikan berupa madrasah
bagi anak-anak muslim usia prasekolah.<br />
“Para murid akan mendapatkan pelajaran membaca Al-Quran dari
guru-guru yang terpilih. Mereka akan tinggal di asrama di lokasi yang
sama, dibebaskan dari uang sekolah, buku-buku diberikan gratis, termasuk
biaya asrama,” kata Padilla.<br />
Idenya mendirikan madrasah muncul setelah ia mengunjungi kepulauan
Basilan dan Jolo di selatan Filipina, yang merupakan bagian dari wilayah
Mindanao, wilayah di Filipina yang mayoritas penduduknya Muslim.<br />
"Dari kunjungan saya ke Mindanao, saya menemukan akar dari persoalan
yang paling mendesak di sana. Minimnya pendidikan membuat anak-anak
Muslim di sana terbelakang," ujar Padilla.<br />
Di awal pendiriannya, cuma ada lima orang guru di sekolah itu, yang
sudah menjalani pelatihan di sekolah Islam internasional di Turki.
Padilla mengatakan, ia sebenarnya ingin mempekerjakan guru-guru lulusan
universitas lokal, tapi biayanya ternyata lebih mahal.<br />
"Ketika pengelola yayasan Fountain International School di Turki
mendengar rencana kami mendirikan sekolah muslim di Manila, mereka
menyatakan bersedia membantu memberikan pelatihan bagi tenaga guru
secara gratis," ungkap Padilla.<br />
Ditanya soal konflik berkepanjangan di Mindanao antara komunitas
Muslim dan pemerintah Filipina, Padilla mengatakan, "Saya melihat solusi
jangka pendek untuk menyelesaikan konflik di Mindanao, adalah penarikan
pasukan militer Filipina dari wilayah itu. Sepanjang pasukan militer
masih ada, tidak akan ada perdamaian di Mindanao," tukasnya. (kw/TT)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-4763214123719602152012-02-27T05:50:00.000-08:002012-02-27T05:50:03.799-08:00Kim: Islam Mengisi Kekosongan Jiwanya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/kim-islam-mengisi-kekosongan-jiwanya"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/praymuslimah.jpg" />Sebut
saja namanya Kim. Ia dibesarkan dalam keluarga yang membenci agama,
terutama agama Katolik. Kim masih ingat cerita ibunya bahwa ketika
ibunya masih usia anak-anak, ada tradisi memberi penghormatan dengan
membungkukan badan jika ada seorang pendeta yang lewat. Tapi kedua
orangtua ibunya--kakek nenek Kim--tidak pernah mau melakukan itu jika
ada pendeta yang lewat di dekat mereka.<br />
"Karena mereka tidak mau membungkuk pada siapa pun," ujar Kim menirukan perkataan ibunya.<br />
Namun ibu Kim selalu tertarik dengan agama lain, khususnya agama
Islam. Meski menurut Kim, ketertarikan ibunya bukan karena ia percaya
pada Tuhan, tapi karena ia sedang menghabiskan waktu luangnya dengan
komunitas Muslim asal Maroko.<br />
"Ibu tidak percaya dengan apapun. Ia hanya senang melibatkan diri
dalam kegiatan sosial bersama komunitas asal Maroko. Mereka melakukan
kegiatan untuk kalangan remajanya, mengelola masjid baru, dan
sebagainya," tutur perempuan asal Inggris itu.<br />
"Ibu saya sangat mencintai Maroko dan kebudayaannya. Ia sudah empat
kali berkunjung ke negeir itu. Dua bulan sebelum meninggal, ibu masih
sempat berkunjung ke negeri itu.<br />
Kim juga mengungkapkan, mendiang ibunya orang yang senang belajar.
Pada usia 45 tahun, ibunya masih mengambil kuliah perbandingan agama,
khususnya agama Islam.<br />
"Ibu juga mengajak kami pindah ke pemukiman yang banyak warga
muslimnya. Karena ibu suka sekali dengan orang-orang Islam," ungkap Kim.<br />
Karena ibunya bergaul di tengah komunitas Muslim Maroko, Kim yang
ketika itu masih belasan tahun juga punya banyak teman dari kalangan
orang Maroko. Pada usia 18 tahun, Kim menjalin hubungan spesial dengan
seorang pemuda muslim Maroko.<br />
"Dia tidak terlalu religius, tapi ia banyak bercerita pada saya
tentang agamanya. Itulah awal ketertarikan saya dengan Islam. Saya jadi
ingin tahu lebih banyak tentang Islam," ujar Kim.<br />
Kim mengaku tidak pernah merasa bahagia menjalani masa remajanya. Ia
selalu merasakan ada sesuatu yang hilang dari jiwanya, dan merasa orang
lain akan senang jika ia tidak ada di dekat mereka.<br />
Keresahan jiwa Kim kadang diwujudkan dengan tindakan-tindakan yang
tidak menyenangkan. Kadang terlintas dalam pikirannya untuk bunuh diri,
tapi hal itu tak pernah Kim lakukan karena ia masih memikirkan ibunya.<br />
"Jadi ketika teman dekat saya itu bicara tentang Tuhan dan hal
lainnya, saya mulai berpikir, mungkin meyakini bahwa Tuhan itu ada akan
memberi saya alasan bagi hidup saya," imbuh Kim.<br />
Namun kekasih Kim itu ternyata bukan seorang muslim yang baik. Ia
kerap bersikap kasar pada Kim, mencuri uang Kim, melecehkan dan
mengkhianati Kim. Meski demikian, Kim mengakui dirinya banyak berubah
selama bersama kekasihnya itu. Kim tidak lagi merokok, tidak lagi minum
minuman keras, tidak lagi makan daging babi dan mulai memperhatikan
model pakaiannya.<br />
Ibu Kim meninggal dunia secara mendadak, yang membuat Kim menyadari
bahwa hidup bisa berakhir kapan saja, oleh sebab itu ia harus berubah.<br />
Setelah ibunya meninggal, Kim pindah ke apartemen yang lebih murah
dan bertemu dengan beberapa muslimah. Dari teman-teman muslimnya itulah
Kim belajar Islam.<br />
"Saya mulai mengenakan jilbab, karena saya merasa itulah hal termudah
untuk memulai sebuah perubahan, untuk melindungi diri saya sendiri dan
untuk menunjukkan pada orang lain bahwa saya sudah berubah," ungkap Kim.<br />
Kim juga mulai mengubah pola hubungannya dengan kekasihnya yang
justru tak banyak membantunya untuk menjalani kehidupan yang islami. Kim
dan kekasihnya malah sering bertengkar hingga Kim terpaksa mengusirnya.
Hubungan mereka pun putus.<br />
Setelah berpisah dengan kekasihnya, Kim membulatkan tekad itu
bersyahadat. Saat itu tahun 2006. "Saya merasa terbebaskan. Saya mulai
belajar salat dan segala hal yang berhubungan dengan Islam. Saya bergaul
dan bertemu dengan orang-orang baru, dan akhirnya bertemu dengan
laki-laki yang sekarang menjadi suami saya," tutur Kim yang setelah
menjadi muslim menggunakan nama Soraya.<br />
"Saya merasa lebih kuat sekarang. Saya punya keluarga sendiri dan
punya iman Islam yang membuat saya tetap semangat dan kuat menjalani
hidup," tandas Soraya. (ln/TT)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-9600522126543865592012-02-27T05:47:00.000-08:002012-02-27T05:47:02.535-08:00Abdulaziz: Masuk Islam adalah Kesepakatan Terbaik yang Saya Buat di Saudi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="h28 l1">
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="left">
</div>
<div class="right pt5 fs12">
<br /><a href="http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/cetak/abdulaziz-masuk-islam-adalah-kesepakatan-terbaik-yang-saya-buat-di-saudi"></a></div>
</div>
<img alt="" src="http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/1/richard_patterson.jpg" />
Banyak jalan orang bisa menemukan dan mendapatkan hidayah Islam,
seperti yang dialami Abdulaziz yang sebelum muslim bernama Richard
Patterson.<br />
Hanya setelah menghabiskan satu bulan di kerajaan Saudi, di mana ia
diperlakukan dengan baik dalam suasana spiritual, seorang pengusaha
Amerika yang juga seorang pilot Richard Patterson, menyatakan dirinya
masuk Islam.<br />
Richard, yang sekarang mendapat nama baru Abdulaziz, seorang kaya
raya dan memiliki sebuah perusahaan yang menyediakan jasa dalam
perawatan kritis. Dirinya memiliki kekayaan sebesar 50 juta dolar, dua
pesawat dan dua helikopter, yang mengkhususkan diri dalam penerbangan
medis.<br />
Abdulaziz tiba di Kerajaan Saudi setelah mendapat kontrak dengan
Bulan Sabit Merah Saudi untuk melatih para siswa dalam menanggapi
darurat udara. Selama tinggal di Saudi, tiga anggota dari Departemen
Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan mengajaknya keluar untuk
makan malam. Para anggota yang bekerja dengan proyek "Guide Me to
Islam", berbicara dengan Patterson tentang Islam dan esensi Islam
sebenarnya.<br />
"Saya awalnya datang ke Kerajaan Saudi untuk transaksi komersial.
Saya begitu senang membuat kesepakatan terbaik dalam hidup saya dengan
Allah SWT dengan masuk Islam," kata Abdulaziz, selama prosesi masuk
Islamnya sembari memuji pakaian ala Saudi dan menggambarkannya sebagai
pakaian yang nyaman dan indah.<br />
Ketika Abdulaziz di negaranya, ia selalu mendengar hal-hal negatif
tentang Islam melalui saluran media, yang bertujuan mendistorsi citra
Islam.<br />
"Hanya sekedar membaca tentang Islam tidak cukup untuk memahami Islam
yang sebenarnya. Pertemuan dengan orang-orang Islam yang baik
mencerminkan semangat sejati," kata Abdulaziz. Dia menganggap dirinya
beruntung bertemu dengan teman-teman Muslim selama berada di Saudi dan
menegaskan bahwa Islam adalah agama kebenaran dan toleransi. "Warga
Muslim dan Saudi sangat baik hati, rendah hati dan terbuka kepada orang
lain," kata Abdulaziz, menambahkan bahwa ia merasa mereka seperti
keluarga baginya, dan tidak pernah mengalami keterasingan atau perlakuan
buruk selama di Saudi.<br />
Apa yang paling menarik Abdulaziz tentang masyarakat Saudi adalah ia
menemukan bahwa masyakat Saudi sangat religius. Yang menjadikan agama
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. "Saya berharap saya
bisa membawa semua rekan saya ke Saudi untuk mengalami apa yang saya
alami dan mengubah pandangan mereka tentang Islam," katanya menegaskan.<br />
Abdulaziz menyerukan kepada sesama pengusaha Muslim untuk bekerja
keras untuk menarik pengusaha asing masuk Islam. "Kita dapat menyediakan
buku-buku tentang Islam kepada delegasi selama pertemuan bisnis
sehingga bisa membantu citra sejati Islam kepada orang lain," ujar
Abdulaziz.<br />
Guru dan ulama Issam Abdul Razzaq, yang menjadi penerjemah untuk
Abdulaziz, mengatakan bahwa selebriti dan tokoh-tokoh kunci memainkan
peran yang lebih besar di dalam masyarakat mereka dalam memproyeksikan
citra tertentu. "Orang-orang sukses memiliki kredibilitas di antara
anggota masyarakat mereka, karena mereka dianggap warga penting. Karena
itu, ketika mereka memilih untuk memeluk Islam, mereka memicu rasa ingin
tahu orang lain, yang pada gilirannya, mereka ingin tahu lebih banyak
tentang agama ini," kata Abdul Razzaq. (fq/arabnews)<br />
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073696937467198124.post-42512959003769450852012-02-18T04:58:00.000-08:002012-02-18T04:58:35.654-08:00Kisah Yu Timah (Mabrur sebelum haji)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Segala sesuatu pasti akan terjadi jika allah berkehendak, seperti kisah saudara kita, Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga
kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT)
yang kini sudah berakhir. <br />
<br />
<div style="border: medium none;">
Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta.<br />
</div>
<div style="border: medium none;">
<br />
</div>
Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. <br />
Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.<br />
<br />
Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah.<br />
<br />
Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah
yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. <br />
Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara.<br />
<br />
Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di
Jakarta . Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah
tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. <br />
<br />
Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan
gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. <br />
Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.<br />
<br />
Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. <br />
Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa.<br />
<br />
Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya.<br />
<br />
Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia
biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari
makan. <br />
Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta . <br />
Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan
mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. <br />
Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah
anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.<br />
<br />
Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. <br />
Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus.<br />
Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia
orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu
setiap bulan. <br />
Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah<br />
memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik
emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu
Timah adalah Rp 650 ribu.<br />
<br />
Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.<br />
<br />
''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.<br />
<br />
''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?''<br />
<br />
''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''<br />
<br />
''Mau ambil berapa?'' tanya saya.<br />
<br />
''Enam ratus ribu, Pak.''<br />
<br />
''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''<br />
<br />
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.<br />
<br />
''Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi
dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''<br />
<br />
Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. <br />
Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya.<br />
Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.<br />
<br />
''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu.<br />
Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. <br />
Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. <br />
Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?''<br />
<br />
''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. <br />
Selama Ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.''<br />
<br />
''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''<br />
<br />
Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta
diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.<br />
<br />
Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. <br />
Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim? <br />
Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya?<br />
Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. <br />
Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. <br />
Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. <br />
Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau
pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu
Timah. <br />
Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya
langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah
berbau surga. <br />
Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji. <br />
Bisa kah kita mengikuti jejak Yu Timah.<br />
<br />
<div style="background-color: white; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br /></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01329661606388960641noreply@blogger.com0